Oleh : Fauzan Hidayat
Latar Belakang
Bagi
pemerintah, reformasi birokrasi merupakan kesempatan emas (golder opportunity) untuk membenahi birokrasi. Dwiyanto (2015)
mengungkapkan salah satu alasan
kenapa reformasi birokrasi dikatakan sebagai kesempatan emas adalah keinginan
pemerintah untuk memperbaiki kompensasi/insentif untuk melakukan perubahan yang
mendasar yang berdampak pada berkurangnya resistensi internal yang selalu
muncul dalam reformasi birokrasi (Dwianto, 2015) .
Perubahan paradigma lama dalam pemberian insentif bagi pegawai negeri sipil kepada skema baru yaitu pay-for-performance merupakan reformasi birokrasi yang cukup signifikan dalam meningkatkan kinerja aparatur dan juga sebagai daya tarik bagi calon aparat yang berbakat (S.Frey, Homberg, & Osterloh, 2013) . Akan tetapi didalam menetapkan kompensasi, prinsip keadilan harus dijunjungtinggi dengan upaya menyesuaikannya dengan prestasi yang dicapai pegawai (Gaol, 2014) . Prinsip keadilan ini akan lebih efektif dapat dilaksanakan jika dalam penerapannya berbasis teknologi informasi (TI) yang sering disebut sebagai bagian dari pelaksanaan e-government. Terdapat beberapa perbedaaan mendasar prinsp e-government dengan beberapa jenis birokrasi dalam beberapa unsur, salah satunya adalah insentif dimana dalam birokrasi e-government menggunakan sistem konsekuen berbasis teknologi. (Purbokusumo, Tehnologi Informasi untuk Sektor Publik, 2019)
Ketentuan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Deign Reformasi Birokrasi 2010-2025 merupakan acuan dan pedoman dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di daerah. Pemerintah Aceh Singkil melakukan upaya perubahan dalalm reformasi birokrasi melalui program E-Kinerja dengan tujuan yaitu: peningkatan kinerja organisasi, kinerja ASN dan peningkatan kesejahteraan ASN secara profesional, layak, adil, transparan dan akuntabel (kinerja.acehsingkilkab.go.id, 2018) . Program ini mulai diterapkan di Aceh Singkil sejak terbitnya Peraturan Bupati Aceh Singkil Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penerapan Program E-Kinerja di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.
Ketentuan Pasal 8 dalam Perbup ini jelas menegaskan 7 (Tujuh) fungsi dari Program E-Kinerja yaitu sebagai: instrumen penyempurnaan anjab, mengukur beban kerja, mengukur prestasi kerja, mengetahui kebutuhan ASN, alat ukur peningkatan SDM, alat ukur untuk pelaksanaan mutasi, promosi dan pemberian sanksi dan sebagai tambahan penghasilan yang lebih baik dan adil bagi ASN.
Namun pada praktiknya, program e-kinerja ini berjalan tidak efektif karena dihadapkan pada beberapa kendala dalam penerapannya yang disebabkan kendala Aplikasi E-Kinerja yang belum terdesign secara menyeluruh. Kendala-kendala tersebut berupa : Penginputan E-Kinerja yang tidak dilakukan oleh ASN yang bersangkutan, kecenderungan PNS berspekulasi dalam pengisian E-Kinerja, Permasalahan Teknis dalam Aplikasi E-Kinerja yang kadangkala tidak dapat diatasi hingga batas waktu pengisian, dan berbagai kendala teknis lainnya.
Metode Pengumpulan Data
Data-data yang tersaji dalam tulisan ini diperoleh dari dua sumber yaitu Data Primer dan Data Sekunder. Data sekunder diperoleh dari pengkajian literatur baik cetak maupun elektronik. Adapun data primer diperoleh dari hasil wawancara penulis tentang kondisi terkini terkait penerapan program e-kinerja dengan beberapa rekan kerja yang bertugas di Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Singkil; kemudian dipadukan dengan catatan pribadi penulis sebagai ASN di instansi tersebut selama periode 2014 – 2018 (Sebelum penulis melaksanakan Tugas Belajar di MAP FISIPOL UGM).
Teori
World Bank (2001) dalam LAC PREM mengungkapkan bahwa dalam perkembangan pelaksanaannya, E-Government secara global melalui 4 (empat) fase, yaitu : Presence, Interaction, Transaction & Transformation dengan perbedaan unsur dan kompleksitas/biaya dari perspektif kebijakan, personil, proses serta teknologi. (Purbokusumo, Jenis Roadmap E-Gov, 2019)
Said (2007) mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan
E-Government, pemerintah akan dihadapkan dengan beberapa pintu-pintu (barier) berupa pertanyaan, antara lain
: Mulai darimanakah transformasi itu dilakukan? Oleh siapakah dan lembaga
apakah yang bertanggungjawab sebagai pelaksana transformasi e-government?
Apakah inti dari e-government yang dapat dijadikan bahan rujukan spesifik dari
proses dalam birokrasi kita?. Apa bila prasyarat yang terkandung dalam tiga
pertanyaan tersebut dapat terpenuhi maka harapan terhadap peningkatan pelayanan
publik dapat ditingkatkan dalam waktu yang cepat.
Kedua
pendapat pakar di atas dapat dijadikan sebagai tools untuk menganalisis permasalahan penerapan e-government di
manapun, dalam hal ini konsep tersebut
sangat relevan untuk mengukur efektivitas pelaksanaan program E-Kinerja di
Setdakab Aceh Singkil khususnya dalam hal implikasinya terhadap keadilan
distribusi insentif tunjangan berbasis kinerja di Kabupaten Aceh Singkil.
Permasalahan
dalam penerapan Aplikasi E-Kinerja di Setdakab Aceh Singkil
Program e-kinerja di Kabupaten Aceh Singkil
diadopsi dari program Pemerintah Kota Banda Aceh (Diskominfo, 2018) . Pada alur proses E-Kinerja melalui 7 Tahapan,
mulai dari pengelola aplikasi hingga ke tangan trio pemerintahan (Bupati, Wakil
Bupati dan Sekretaris Daerah) untuk menyetujui penilaian kinerja ASN yang
berujung pada pencairan tunjangan berdasarkan kinerja yang telah dihasilkan
oleh ASN.
Sumber : (kinerja.acehsingkilkab.go.id,
2018)
Dalam pelaksanaannya, walaupun telah memperoleh
berbagai penghargaan dalam prestasi di bidang program E-Kinerja, Pemko Banda
Aceh tidak luput dari berbagai permasalahan dalam penerapan E-kinerja (Sabrina, Sari, Sari, A, Yuliandra, & Febrianti,
2015) ,
diantaranya adalah :
1. Kecenderungan
PNS melakukan spekulasi dalam pengisian E Kinerja.
·
Rata-rata PNS mengisi pada akhir bulan.
padahal pengsisian E-Kinerja tersebut seharusnya dilakukan setiap hari yang
mengakibatkan perubahan nilai menjelang akhir penutupan buku e-kinerja yang
kadangkala awalnya E alias nol bisa berubah menjadi B hingga A.
·
Adanya indikasi atasan langsung PNS
tidak membaca dan mengoreksi hasi linput e-kinerja bawahannya yang terbukti
ketika PNS yang menginput data tidak sesuai petunjuk teknis yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Wali Kota Banda Aceh; tetap disetujui oleh
atasannya.
2. Sistem
Aplikasi E-Kinerja masih bermasalah secara teknis.
·
Permasalahan terjadi ketika hasil
laporan e-kinerja yang telah dinilai oleh atasan dan Tim Penilai tidak terbaca
oleh aplikasi. hal ini akan menyulitkan anggota UPTB Penilaian Kinerja PNS.
Sedangkan dalam penerapan e-kinerja di Pemerintah
Kabupaten Aceh Singkil, ternyata
permasalahan yang timbul tidak jauh berbeda dengan yang dihadapi oleh Pemerintah
Kota Banda Aceh, bahkan semakin bias dan mulai memunculkan persoalan baru seperti
dalam hal pelaporan dan penginputan e-kinerja yang dilakukan oleh tenaga
honorer, tidak oleh masing-masing PNS yang bersangkutan sehingga output pekerjaan menjadi tidak jelas
yang berimplikasi pada penolakan dari TIM Penilai Kinerja (Barus, 2019) .
Disamping itu, tidak adanya aturan pelimpahan kewenangan dalam mengoreksi input
E-Kinerja bawahan, ketika atasan tersebut berada di luar daerah dan atau
ditempat yang tidak dapat mengakses jaringan internet. Maka sering sekali luput
dari peniliain dan berdampak pada tunjangan kinerja yang diperoleh bawahan (Bagaimana kondisi terakhir perkembangan e-kinerja di
Setdakab Aceh Singkil, 2019) .
Kondisi ini sering mengakibatkan ketidakadilan
ketika distribusi insentif/pembayaran tunjangan kinerja kepada para ASN Aceh
Singkil, padahal fungsi dan tujuan penerapan konsep e-kinerja sesuai Peraturan
Bupati salah satunya adalah sebagai tambahan penghasilan yang lebih baik dan
adil bagi ASN. Fenomena ini juga telah melanggar prinsip e-governance (Said, 2007) itu sendiri dan juga
menyimpang dari prinsip dan tujuan konsep pay-for-performance
(S.Frey, Homberg, & Osterloh, 2013) .
Analisis
Permasalahan Berdasarkan Teori
Berdasarkan hasil identifikasi masalah dalam
penerapan E-Kinerja Kabupaten Aceh Singkil dalam fase transformasi dari berbagai
perspektif (World Bank, 2001) dapat
dilihat dari tabel berikut :
PERSPECTIVE
|
PROBLEM
|
Strategy
|
Belum
memiliki own big browser karena
masih bergantung kepada aplikasi E-Kinerja Pemko Banda Aceh yang berimplikasi
pada lambannya akses user ketika
menggunakan aplikasi ini.
|
People
|
Akuntabilitas
kinerja dari sisi integritas masih dipertanyakan karena masih terdapat PNS
yang melakukan spekulasi dalam pengisian E-Kinerja.
|
Process
|
Fitur
layanan aplikasi E-Kinerja yang belum terintegrasi secara maksmimal karena
proses input-data melalui analisis jabatan belum terlaksana secara
menyeluruh.
|
Technology
|
Aplikasi
yang ramah-guna belum dapat terlaksana karena bentuk aplikasi yang masih
dalam fitur sederhana (masih menggunakan aplikasi web) sehingga menyulitkan
bagi segolongan ASN dalam pengoperasiannya.
|
Selanjutnya, untuk memenuhi harapan terhadap
kemudahan akses dan pencapaian tujuan penerapan E-Kinerja agar dapat ditingkatkan
dalam waktu yang cepat (Said, 2007) ,
maka berikut hasil pengukuran indikator pelaksanaan E-Kinerja Setdakab Aceh
Singkil :
·
Mulai darimanakah transformasi
e-kinerja itu dilakukan?
|
Penerapan
konsep e-kinerja mulai di berlakukan terhadap 7 instansi di Kab. Aceh Singkil
sebagai percontohan untuk kemudian diterapkan diseluruh (44 SKPD) instansi
lainnya
|
·
Oleh siapakah dan lembaga apakah
yang bertanggungjawab sebagai pelaksana transformasi e-kinerja?
|
Belum
ada lembaga khusus yang dibentuk untuk mengontrol, mengevaluasi,
memonitoring, memberikan reward/punishment
terhadap pelaksanaan e-kinerja. Dalam hal ini, Tim Penilai hanya ditunjuk sebagai otoritas
yang berwenang menyetujui/menolak laporan e-kinerja dan Diskominfo hanya
bertugas mengontrol alur operasional server e-kinerja
|
·
Apakah inti dari e-government
yang dapat dijadikan bahan rujukan spesifik dari proses dalam birokrasi kita
|
Dari
7 fungsi penerapan e-kinerja yang ditetapkan dalam Perbup, fungsi sebagai
tambahan penghasilan yang lebih baik dan adil bagi ASN merupakan inti karena
akan berimplikasi positif pada peningkatan kinerja ASN untuk kemudian dapat
memberikan pelayanan prima sesuai topoksi masing-masing
|
Kesimpulan
Pelaksanaan E-Kinerja di Kabupaten Aceh Singkil
merupakan upaya dalam pelaksanaan reformasi birokrasi yang telah menjadi
Grand-Design reformasi birokrasi 2010-2025 yang ditetapkan dalam Perpres.
Pemkab Aceh Singkil dalam menerapkan konsep e-kinerja menetapkan fungsi dan
tujuan pelaksanaannya salah satunya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ASN
melalui prinsip pay-for-performance.
Namun, dalam tataran implementasi e-kinerja, masih terdapat berbagai kendala
teknis dan non teknis yang berimbas pada tidak berjalannya fungsi dan tidak
tercapainya tujuan penerapan konsep E-Kinerja itu sendiri. Maka perlu dilakukan
perbaikan-perbaikan yang konstruktif berangkat dari permasalahan yang dihadapi
dalam pelaksanaan E-Kinerja.
Saran
Berdasarkan hasil identifikasi masalah dan hasil
analisis berdasarkan teori yang digunakan, maka penulis menyarankan beberapa
hal berikut:
· Untuk memperoleh konsep e-kinerja yang
baik, perlu dibentuk lembaga khusus yang berfungsi untuk mengontrol,
mengevaluasi, memonitoring, memberikan reward/punishment
terhadap pelaksanaan e-kinerja.
· Untuk mempermudah User/ASN dalam mengoperasikan aplikasi, maka perlu dibentuk
aplikasi yang tidak hanya berbasis web tetapi juga berbasis aplikasi daring
yang mudah diakses melalui smartphone.
· Untuk menciptakan fairness antara ASN khususnya dalam hal obyektifitas distribusi
insentif yang berbasis Pay-for-Performance
maka perlu dilakukan restrukturisasi dalam konsep e-kinerja agar lebih
sistematis dan dapat menjawab/mengatasi persoalan teknis dalam pengoperasian
aplikasi dan penerapan e-kinerja.
REFERENSI
REFERENSI
Barus, S.
(2019, Maret 18). Apel Gabungan, Wabup Aceh Singkil Soroti E-Kinerja ASN.
Retrieved Maret 30, 2019, from http://www.m.rri.co.id
Diskominfo. (2018, Januari 11). Pemkab
Aceh Singkil Adopsi aplikasi E Kinerja Banda Aceh . Retrieved Maret 31,
2019, from www.diskominfo.bandaacehkota.go.id
Dwianto, A. (2015). Reformasi
Birokrasi Kontekstual : Kembali ke Jalan yang Benar. Yogyakarta: UGM Press.
Gaol, C. J. (2014). A to Z
Human Capital Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: PT. Grasindo
Anggota IKAPI.
Hermawan, R. D. (Performer).
(2019). Bagaimana kondisi terakhir perkembangan e-kinerja di Setdakab Aceh
Singkil. [F. Hidayat, Conductor] Singkil, Aceh, Aceh Singkil.
kinerja.acehsingkilkab.go.id.
(2018). Tujuan E-Kinerja . Retrieved Maret 30, 2019, from E-Kinerja :
Aplikasi Penilaian Kineja PNS dan SKPD: kinerja.acehsingkilkab.go.id
PREM, W. B.-L. (2019). Kuliah
ke III : Jenis Roadmap Egov. (Y. Purbokusumo, Performer) MAP FISIPOL UGM,
Yogyakarta, D.I Yogyakarta, Indonesia.
Purbokusumo, Y. (2019). Jenis
Roadmap E-Gov. Pertemuan ke III Mata Kuliah Teknologi Informasi sektor
Publik , (p. 5). Yogakarta .
Purbokusumo, Y. (2019). Tehnologi
Informasi untuk Sektor Publik. Pertemuan ke I Mata Kuliah Teknologi
Informasi Sektor Publik (p. 4). Yogyakarta: Power Point Performance.
S.Frey, B., Homberg, F., &
Osterloh, M. (2013). Organizational Control System and Pay-for-Performance in
the Public Service. Organization Studies, 951-952.
Sabrina, A. A., Sari, A. S.,
Sari, A. P., A, I. Q., Yuliandra, R., & Febrianti, S. (2015). Analisis
Implementasi Sistem Elektronik Kinerja (E-Kinerja) di Kota Banda Aceh.
Retrieved Maret 31, 2019, from www.academica.edu
Said, M. M. (2007). Birokrasi
di Negara Birokratis : Makna, Masalah dan Dekonstruksi Birokrasi Indonesia.
Malang : UMM Press.
Serambinews.com. (2018, Mei 15). Kinerja
PNS Aceh Singkil Loyo. Retrieved Maret 30, 2019, from
www.acehtribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar