Aceh Singkil yang lebih baik
merupakan impian dari semua kalangan yang mencintai bumi Syaikh Abdurrauf
As-Singkily ini. Khususnya bagi para generasi yang akan menjadi motor penggerak
kemajuan daerah ini di masa depan. Selain menjadi satu-satunya daerah
tertinggal dari 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 125 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Periode 2015
– 2019, Aceh Singkil juga termasuk dalam 16 kabupaten prioritas terintegrasi
sebagai pilot project permodelan.
Konsekuensi jika suatu daerah
kabupaten/kota tidak mampu alias gagal dalam menjalankan otonomi daerah yang diberikan
oleh pemerintah pusat, maka dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 disebutkan
bahwa akan dilakukan penggabungan kembali ke kabupaten/kota induk atau
diturunkan statusnya dari daerah otonomi menjadi daerah administratif.1
Ancaman serius ini harusnya
menjadi cambukan keras bagi penyelenggara pemerintahan daerah begitupun
masyarakat kabupaten Aceh Singkil. Begitu susah payahnya para pendahulu kita
dalam memperjuangkan daerah ini hingga dapat dimekarkan dari Kabupaten Aceh
Selatan menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB), namun karena kegagalan para pemegang
estafet kepemimpinan daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan yang baik hingga
menjadi penyebab daerah ini terus menerus dalam status tertinggal. Kegagalan
ini secara tidak langsung menggambarkan suatu sikap yang sangat mencederai
jerih payah para leluhur kita dan bukan tidak mungkin jika pemerintah dan
masyarakat enggan bekerja keras untuk mewujudkan Aceh Singkil yang lebih baik;
maka kita hanya akan menunggu istilah “Aceh Singkil pernah ada”. Na’udzubillah
Untuk itu, sinergitas dari
siapapun yang tidak menginginkan hal ini terjadi sangat dibutuhkan. Selain
Pemerintah Daerah yang menjadi pengendali dan penentu utama terhadap status
ketertinggalan ini, kontribusi dari berbagai kalangan juga dibutuhkan khususnya
para putra-putri daerah dalam memajukan Aceh Singkil. Partisipasi dan
kontribusi tersebut tidaklah mesti mensyaratkan mereka harus berada dan tinggal
di wilayah Aceh Singkil. Dimanapun mereka berkiprah, mereka dapat memberikan
sumbangsih fikiran, tenaga dan apapun yang bisa mereka kerahkan dalam bentuk
dedikasi sebagai wujud rasa cinta kepada kampung halaman sesuai bidang-bidang
yang mereka geluti. Karena mereka sejatinya menyadari bahwa jika bukan mereka,
maka harus menunggu berapa generasi lagi yang akan mengubah wajah Aceh Singkil
ini.
Maka kami selaku bagian dari
putra-putri Aceh Singkil, melalui tulisan ini ingin memberikan sesuatu kepada
daerah tercinta berupa ide-ide serta gagasan konstrukif untuk beberapa serpihan
permasalahan yang dialami oleh Aceh Singkil dengan analisa kasus dan
persembahan alternatif solusi dengan harapan yang tinggi agar para pengambil
kebijakan di daerah ini dapat menjadikannya sebagai bahan pertimbangan, juga
agar memberikan tambahan pengetahuan bagi masyarakat Aceh Singkil tentang apa
yang bisa dilakukan untuk menjadi bagian dari agen perubahan terhadap Aceh
Singkil yang lebih baik.
Berangkat dari hal tersebut, kami
bermaksud untuk menganalisa secara sederhana beberapa indikator penyebab Aceh
Singkil menjadi daerah tertinggal untuk kemudian memberikan saran berupa
alternatif solusi sebagai bahan pengambilan kebijakan bagi para pemimpin daerah
ini.
Sesuai dengan Kepres yang
disebutkan pada paragraf sebelumnya, bahwa status ‘tertinggal’ disematkan
kepada suatu daerah berdasarkan 6 kriteria : Perekonomian Masyarakat, Sumber
Daya Manusia, Sarana dan Prasarana, Kemampuan Keuangan Daerah, Aksesibilitas dan
Karakteristik Daerah. Maka berikut penjelasan teori, kasus dan alternatif
solusi yang dapat dilakukan.
01. Perekonomian
Upaya pemerintah untuk mendorong perekonomian yang maju merupakan
kewajiban mutlak yang harus terus dioptimalkan. Pertumbuhan ekonomi merupakan
tolak ukur paling utama kemajuan suatu daerah, begitu pun sebaliknya. Daerah
yang masuk dalam kategori tertinggal adalah yang masih mengalami ketebelakangan
khususnya di sektor perekonomian.
Banyak faktor yang menjadi tolak ukur untuk menilai kemajuan
perekonomian. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) menetapkan
5 kriteria indikator baik dan buruknya pertumbuhan ekonomi suatu daerah,
diantaranya : Pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita, tingkat pengangguran terbuka,
tingkat kemiskinan, indeks pembangunan manusia, dan indeks ketimpangan wilayah.
Pertumbuhan
Produk domestik regional bruto (PDRB) Per Kapita Kab Aceh Singkil. PDRB
merupakan ukuran produktivitas yang menggambarkan nilai barang dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu daerah tertentu pada periode satu tahun. Sedangkan PDRB
per kapita merupakan pembagian PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
Nilai PDRB Aceh Singkil Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) tahun 2017 mencapai Rp
2.149,20 Miliyar sehingga dapat disimpulkan bahwa PDRB per kapita Aceh Singkil
mencapai Rp 17.9 juta atau rata-rata Rp
1,4 Juta per bulan.
Sedangkan pengeluaran rata-tata per kapita sebulan penduduk Aceh
Singkil adalah Rp 824.2172. Artinya, rata-rata masyarakat dapat
menyimpan sekitar Rp 500.000,- / bulan atau memanfaatkannya untuk kebutuhan
sekunder dan primer lainnya. Namun, bukan berarti dengan jumlah tersebut
kebutuhan masyarakat sudah tercukupi, kebutuhan lain disini belum berbicara
biaya pendidikan, kesehatan, modal untuk peningkatan perekonomian dan berbagai
biaya tak terduga lainnya.
Oleh karena itu, diperlukan strategi yang
tepat dalam upaya peningkatan nilai PDRB per kapita di Kabupaten Aceh Singkil.
Adapun alternatif kebijakan mengenai hal tersebut dapat diadopsi dari
daerah-daerah yang telah berhasil meningkatkan pendapatan per kapitanya, salah
satunya adalah Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur dengan pendapatan per
kapita Rp 41,46 juta per tahun. Banyuwangi memulainya dengan penandatangan MoU
dengan Badan Pusat Statistik (BPS) setempat untuk mendapat problem
sosial-ekonomi hingga ke tingkat kecamatan, dilanjutkan dengan penyusunan
program-program pembangunan dengan menetapkan pagu indikatif untuk kecamatan
dengan jumlah paling sedikit mencapai Rp 110 miliyar dengan mekanisme dana
langsung ke kecamatan.
Pendanaan ke kecamatan disesuaikan dengan
tingkat kemiskinan, indeks pendidikan, indeks kesehatan, jumlah penduduk dan
luas wilayah kecamatan. Sedangkan kebutuhan publik skala besar tetap ditopang
oleh dinas-dinas terkait seperti pembangunan infrastruktur jalan, jembatan,
fasilitas kesehatan dan sebagainya. berangkat dari perencanaan pembangunan yang
berbasis data tersebut maka hasil yang dituai menjadi positif dibuktikan dengan
meningkatnya pendapatan perkapita yang melonjak hingga 80% dan PDRB meningkat
hingga 85%.
Strategi yang diterapkan di Kabupaten
Banyuwangi tersebut menurut hemat kami sangat tepat untuk diadopsi untuk
kemudian diterapkan di Kabupaten Aceh Singkil. Upaya tersebut akan sangat
berpotensi untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan menghilangkan kesan
adanya ketimpangan pendapatan.
Tingkat Pengangguran Terbuka3 . Pada
tahun 2017 sebanyak 7.14 atau 8000 jiwa lebih penduduk Aceh Singkil termasuk
dalam kelompok pengangguran terbuka, meningkat 0.11% dari tahun sebelumnya. Hal
ini menunjukkan bahwa program-program yang dilakukan oleh pemerintah setempat
dalam mengurangi tingkat pengangguran tidak berjalan dengan baik.
Dari beberapa potensi sumber daya
alam yang dimiliki oleh Aceh Singkil seperti perkebunan, pertanian, kelautan
dan perikanan, sektor yang menjadi sorotan dan seharusnya menjadi pendorong
agar pemerintah mampun membuka pintu lapangan kerja terbesar adalah sektor
pertanian/perkebunan khususnya kelapa sawit. Kelapa sawit hasil perkebunan
rakyat dan swasta di Kabupaten Aceh Singkil memberikan kontribusi yang cukup
signifikan bagi perekonomian yaitu sebesar 78.593 ton di tahun 2017 (ASDA,
2018). Seharusnya kontribusi besar ini berbanding lurus juga dengan terbukanya
lapangan pekerjaan yang dapat mengurangi tingkat pengangguran terbuka. Namun
kenyataannya tidak demikian, tingkat penganggruan semakin bertambah di
Kabupaten Aceh Singkil.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mendalam terhadap
ketimpangan dalam permasalahan pengangguran ini melalui upaya-upaya yang nyata
seperti menjalin kerjasama dengan pihak swasta perusahaan kelapa sawit (PKS)
terhadap pemanfaatan sumberdaya manusia lokal.
Pemerintah harus tegas dalam
masalah ini. Target perluasan kesempatan kerja harus segera diselesaikan untuk
mengatasai masalah pengangguran. Untuk itu, diperlukan upaya penciptaan
perluasan kesempatan kerja, mengembangkan usaha yang ada dan menciptakan
lapangan usaha yang baru sehingga pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Singkil
akan semakin meningkat.
Dalam upaya mengembangkan usaha
yang ada, banyak hal yang bisa dilakukan. Pemda bisa membuat suatu regulasi
yang mendukung upaya mengatasi pengangguran dengan peryaratan-persyaratan
tertentu bagi perusahaan yang sedang dan akan berinvestasi di Aceh Singkil.
Tentu, hal ini dibarengi dengan upaya menciptakan iklim investasi yang kondusif
bagi perusahaan dan masyarakat setempat. Dengan pendekatan-pendekatan rasional,
akan sangat mudah bagi pemda untuk mengimplementasikan kebijakan yang dapat
mempengaruhi masyarakat pengangguran.
Selain melakukan kerjasama dengan
perusahaan, pemda juga ikut andil dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM)
yang terampil melalui program-program pelatihan kerja dengan melibatkan
perusahaan setempat sehingga mereka dapat memberikan rekomendasi kriteria
tenaga kerja yang mereka butuhkan.
Tingkat Kemiskinan. Badan
Pusat Statistik (BPS) melansir provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di
Sumatera per september 2018 menunjukkan Aceh sebagai daerah yang memiliki
kekayaan alam besar dan dana otonomi khusus justru menduduki posisi tertinggi
angka kemiskinannya (Detiknews,.com 2018). Sedangkan grafik angka kemiskinan di
Aceh Singkil berdasarkan data statistik 2018 menunjukkan kenaikan dari 22.6%
pada tahun 2016 menjadi 22.11% di tahun 2017. Dengan kata lain terjadi kenaikan
jumlah angka penduduk miskin sebanyak hampir 1000 jiwa dan menempatkan posisi
Aceh Singkil dalam urutan teratas sebagai Kabupaten/Kota termiskin di Aceh.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah dalam
mengatasi kemiskinan di Aceh Singkil seperti pemberian bantuan sosial, program
pemberdayaan masyarakat serta peningkatan mata pencaharian. Namun, kenyataan menggambarkan bahwa segala
upaya pengentasan yang telah dan sedang dilakukan tersebut belum memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap perbaikan problem kemiskinan di Aceh Singkil.
Meningkatnya persentase angka kemiskinan di Aceh Singkil ini menunjukkan
bahwa pemberdayaan ekonomi dan pengentasan kemiskinan belum menjadi program
utama dalam prioritas Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK). Untuk
itu, perlu ada master plan yang jelas yang mesti direncanakan dan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya oleh pemda setempat yang berorientasi pada penurunan angka kemiskinan. Di samping itu, masyarakat
juga harus ikut andil dengan mengawal kinerja
pemerintah dalam mengelola APBK agar tepat sasaran dan meminimalisir
penyimpangan yang sangat potensial terjadi khususnya dalam pengelolaan anggaran
ini. Dan yang tidak kalah penting adalah pemerintah tidak boleh mendominasi
perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi penanggulangan kemiskinan, melainkan
hanya sebagai fasilitator, sehingga strategi dan pendekatan penanggulangan
kemiskinan benar-benar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat
Indeks Pembangunan Manusia. IPM
merupakan pengukuran dari angka harapan hidup, harapan lama sekolah, rata-rata
lama sekolah dan pengeluaran per kapita suatu daerah/wilayah. IPM berguna untuk
mengukur kualitas hidup manusia dan sebagai ukuran level pembangunan suatu
wilayah yang digunakan sebagai data strategis sebagai ukuran kinerja pemerintah
daerah stempat serta sebagai penentu jumlah dana alokasi umum (DAU) yang
diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
IPM Provinsi Aceh pada tahun 2017 dengan 70.6 poin berada pada
peringkat ke 12 dari 34 Provinsi dibawah Sumatera Utara dan di atas Jawa
Barat. Sedangkan IPM Aceh Singkil pada
tahun 2017 adalah 67.37 poin berada di posisi ke 17 di atas 6 kabupaten/kota
lainnya. IPM Aceh Singkil juga mengungguli IPM jiran lainnya seperti
Subulussalam, Abdya, Simeulue dan bahkan Aceh Selatan. Dari bobot IPM ini
seharusnya menggenjot optimisme kita bahwa Aceh Singkil sangat potensial untuk
melepas status ketertinggalannya dan mengungguli kabupaten/kota lainnya di
provinsi Aceh.
Tabel Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Metode Baru
Data Tahun 2017
KABUPATEN/KOTA
|
IPM
|
KABUPATEN/KOTA
|
IPM
|
1.
Banda Aceh
2.
Lhokseumawe
3.
Langsa
4.
Sabang
5.
Aceh Tengah
6.
Aceh Besar
7.
Bener Meriah
8.
Pidie Jaya
9.
Biruen
10. Aceh
Barat
11. Pidie
|
83.95
76.34
75.89
74.1
72.19
72
71.89
71.73
71.11
70.2
69.52
|
12. Agara
13. Aceh
Jaya
14. Aceh
Tamiang
15. Nagan
16. Aceh
Utara
17.
Aceh
Singkil
18. Aceh
Timur
19. Abdya
20. Aceh
Selatan
21. Gayo
22. Simeulue
23. Subulussalam
|
68.09
68.07
67.99
67.78
67.67
67.37
66.32
65.09
65.03
65.01
64.61
62.88
|
Rata-Rata IPM Prov Aceh
|
70.6
|
Sumber
: Badan Pusat Statstik (BPS) 2018.
Indeks Ketimpangan Wilayah. Salah
satu ukuran ketimpangan pendapatan yang sering digunakan adalah Gini Ratio. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0-1. Semakin tinggin nilai Gini Ratio
menunjukkan ketimpangan pendapatan yang semakin besar yang juga menggambarkan
semakin rendahnya pemerataan pendapatan. Data Statistik 2018 menunjukkan bahwa Gini Ratio Kabupaten Aceh Singkil pada
tahun 2017 adalah 0.32 menigkat 0.1 poin dari tahun 2016. Walaupun dalam
kategori tingkat ketimpangan pendapatan masih tergolong sedang, namun upaya
pemerintah agar tingkat Gini Ratio menjadi
rendah (<0.3) adalah cukup penting.
02. Sumber Daya
Manusia
Kriteria penilaian kualitas
sumber daya manusia (SDM) berdasarkan peraturan menteri desa, pembangunan
daerah tertinggal dan transmigrasi Nomor 3 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis
Penentuan Indikator dalam Penetapan daerah tertinggal secara nasional adalah
terdiri dari 3 indikator, yaitu : Angka Harapan Hidup, Rata-Rata Lama Sekolah
dan Angka Melek Huruf.
Angka Harapan Hidup (AHH). Berdasarkan Data BPS IPM Metode Baru,
Angka Harapan Hidup Aceh Singkil pada tahun 2017 adalah 67.07% meningkat 0.5%
dari tahun 2016 dan rata-rata meningkat 1% dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini
mengindikasikan bahwa angka kematian bayi semakin menurun yang disebabkan dari
kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kualitas kesehatan yang semakin tinggi
serta dukungan dari pemerintah setempat berupa optimalisasi layanan kesehatan
semakin membaik.
Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota jiran seperti Kota
Subulussalam dengan AHH (63.5), Aceh Selatan (63.8), Aceh Barat Daya (64.51)
maka Aceh Singkil jauh lebih unggul dalam hal angka harapan hidup. Sedangkan
untuk Aceh secara keseluruhan AHH 69.5% sehingga pemda Aceh Singkil masih perlu
untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat khususnya dalam layanan kesehatan
agar angka harapan hidup kabupaten Aceh Singkil semakin meningkat di
tahun-tahun berikutnya.
Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf. Secara rata-rata
penduduk Aceh Singkil berusia 25 Tahun ke atas telah menempuh pendidikan selama
7.84 Tahun atau hampir menamatkan Kelas VIII (2 SLTA). Sedangkan Angka Melek
Huruf rata-rata masyarakat Aceh Singkil mendekati angka 100%. Berikut gambaran Angka Melek Huruf Kabupaten
Aceh Singkil :
Usia
|
15-24
|
15.55
|
7-12
|
Persentase
|
100.00
|
97.04
|
100.00
|
Rata-Rata
|
99.01%
|
Sumber
: Badan Pusat Statistika (Update terakhir
2014)
Solusi yang ditawarkan pemerintah saat ini untuk menggenjot
level rata-rata lama sekolah adalah dengan memberi kesempatan kepada masyarakat
yang berusia > 25 Tahun untuk
mengambil paket A, B dan C. Namun, sebaiknya kebijakan tersebut juga dibarengi
dengan pembekalan persiapan menghadapi tantangan persaingan global yang
berbasis teknologi informasi. Pembekalan tersebut dapat berupa program balai
latihan kerja yang mengajarkan dan melatih masyarakat untuk terampil dan
memiliki daya saing khususnya dalam hal penguasaan dasar-dasar ilmu pengetahuan
dan teknologi yang kekinian seperti pemanfaatan gadget berbasis enterpreneurship, penguasaan bahasa
asing, peningkatan produksi pertania berbasis teknologi dan berbagai pelatihan
kerja yang berorientasi pada peningkatan keterampilan di dunia kerja yang
bersifat aktual.
03. Sarana dan
Prasarana
Indikator yang dinilai dari sisi sarana dan prasarana adalah permukaan
jalan, penggunaan telepon, listrik, air bersih, sarana prasarana kesehatan,
jumlah dokter/1000 penduduk dan jumlah SD dan SMP/1000 penduduk. Dari beberapa
indikator sarana dan prasarana tersebut, berdasarkan hasil analisis sederhana
kami disemua indikator, maka terdapat dua sektor yang masih memiliki
ketimpangan yang cukup besar yaitu listrik dan jumlah dokter.
Sebagai sumber penerangan dan
energi lain, baik di sektor rumah tangga maupun industri, listrik memegang
peranan yang sangat vital. Berdasarkan data BPS 2018 bahwa jumlah pelanggan
listrik dalam wilayah kerja PLN di Kabupaten Aceh Singkil adalah 27.106 pelanggan.
Kecamatan Simpang Kanan memiliki jumlah pelanggan yang paling besar yaitu
sebanyak 6.550 pelanggan. Sedangkan Kecamatan Pulau Banyak Barat memiliki
jumlah pelanggan yang paling sedikit, jumlahnya hanya mencapai 383 pelanggan.
Maka Jika dirata-ratakan setiap keluarga berjumlah 4 jiwa, maka masih ada ±
2000 KK yang belum terjangkau listrik.
Adapun Dokter di semua kecamatan
dalam kabupaten Aceh Singkil ditambah dokter yang bekerja di Rumah Sakit Umum
Daerah(RSUD) berjumlah 62 Orang, sementara standar minimal jumlah dokter adalah
satu dokter per seribu jiwa. Maka seharusnya jumlah dokter untuk 119.490
penduduk Aceh Singkil adalah 120 orang. Jadi masih kekurangan sekitar 60 orang
dokter.
Berdasarkan data permasalahan di
atas, maka konsentrasi pemerintah daerah yang dibutuhkan dalam mengatasi
permasalahan di bidang sarana dan prasarana adalah melakukan program pemerataan
listrik dan upaya memaksimalkan kuantitas tenaga medis khususnya dokter.
Program pemerataan listrik.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui PT PLN (Persero)
melakukan 3 pendekatan dalam program pemerataan listrik, yaitu : Perluasan
Jaringan Listrik, Pra-elektrifikasi melalui program Pembagian Lampu Tenaga
Surya Hemat Energi (LTHSE) dan Pengembangan micro
grid-off grid melalui usaha penyediaan tenaga listrik skala kecil.
Pemerintah Daerah harus memaksimalkan perannya dalam mendukung program ini,
memastikan data dan informasi masyarakat penerima program pemerataan listrik
dengan tepat sasaran serta memberikan berbagai fasilitas kemudahan kepada
pelaksana (dalam hal ini PT PLN) guna terlaksananya program mulia ini secara
efektif.
Optimalisasi kuantitas tenaga
medis dokter. dua hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk melaksanakan
strategi ini yaitu upaya jangka panjang dan jangka pendek. Upaya jangka pendek
adalah melakukan seleksi dan rekrutmen tenaga medis dokter, sedangkan upaya
jangka panjang adalah memaksimalkan program kaderisasi dokter melalui
penyediaan beasiswa dan kerjasama dengan universitas untuk program khusus kedokteran.
04. Celah Fiskal
Kriteria utama yang menunjukkan
kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan selfsupporting dalam bidang keuangan.
Faktor fiskal merupakan kriteria yang esensial mengukur tingkat kemampuan
keuangan daerah dalam melaksanakan otonominya. Daerah yang mampu membiayai
penyelenggaraan pemerintahannya menunjukkan bahwa proporsi ketergantungan
kepada pemerintah semakin mengecil.
Kemampuan keuangan daerah diukur
melalui kinerja Pendapatan Asli Daerah (PAD). keberhasilan suatu daerah dalam
menyelenggarakan otonomi daerah berbanding lurus dengan besar kecilnya
penerimaan PAD. Pajak dan Retribusi daerah (yang merupakan komponen penyumbang
PAD terbesar) seyogyanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah (Kuncoro,
2007).
APBD Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018
(Miliyar lebih)
APBD
|
2017
|
2018
|
PENDAPATAN DAERAH
|
862
|
785
|
PAD
|
49
|
55
|
DANA PERIMBANGAN
|
586
|
598
|
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
|
226
|
132
|
BELANJA
DAERAH
|
898
|
794
|
BELANJA TIDAK LANGSUNG
|
414
|
420
|
BELANJA LANGSUNG
|
484
|
373
|
HASIL
|
36
(DEFISIT)
|
9
(DEFISIT
|
Sumber : DJPK (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan)
Gembaran APBD Aceh Singkil dalam
dua tahun terakhir ini menunjukkan tren negatif, karena belanja daerah selalu
lebih besar dari pada penerimaan/pendapatan (defisit). Artinya, Aceh Singkil
belum mampu menjadi daerah yang mandiri. Ketergantungan pada dana pemberian
dari pusat masih sangat besar. Maka untuk kriteria ini (Baca: Celah Fiskal),
hingga akhir 2018 Aceh Singkil masih dalam kategori daerah yang belum memiliki selfsupporting.
Solusi Pengeolaan Keuangan
Kabupaten Aceh Singkil
Pertama, Belanja. Mengalihkan
belanja yang konsumtif menjadi belanja yang produktif dalam rangka akselerasi
pertumbuhan ekonomi dengan berbagai langkah-langkah seperti :
Program balai latihan kerja yang benar-benar dilakukan dengan penuh
tanggung jawab berupa output yang jelas dan terus dipantau. Misalnya
edukasi masyarakat kepulauan dalam rangka peningkatan kemampuan guiding wisatawan melalui pendidikan
bahasa inggris dan ilmu pariwisata, pelatihan pembekalan ilmu perkebunan untuk
memenuhi permintaan tenaga kerja perusahaan perkebunan dan berbagai program
latihan kerja bagi masyarakat disesuaikan dengan kondisi dan potensi yang ada.
Kebijakan Penghematan Belanja Instansi Pemda. efisiensi dilakukan
terkhusus pada belanja barang yang bersifat kurang produktif, perjalanan dinas
yang tidak mempunyai umpan balik kepada pemda dan berbagai kegiatan yang kurang
memberikan feedback yang banyak
kepada pemerintah daerah. Tentunya hal ini dapat dilakukan jika pihak
eksekutif/pemerintah daerah yang membuat program tersebut benar-benar melibatkan
partisipasi masyarakat dalam setiap penyusunan rencana pembangunan serta pihak
legislatif selektif dalam memberikan persetujuan anggaran yang diusulkan oleh
pemerintah daerah.
Kedua, Pembiayaan Anggaran. kebijakan pemerintah daerah utamanya
ditujukan bagi pembiayaan investasi untuk mendukung program pembangunan
infrastruktur dan meningkatkan kualitas mutu pendidikan.
Di bidang pembangunan
insfrastruktur dapat berupa keseriusan pembiayaan pembanguanan tanggul
pengendali banjir dan jembatan penghubung SIngkil – Kuala Baru yang
berorientasi kualitas. Tanggul pengendali banjir yang sudah mulai dibangun
sejak 2015 ini merupakan infrastruktur vital bagi Kabupaten Aceh Singkil.
Bayangkan saja, jika pembangunan ini terlaksana sesuai target maka bencana
banjir tahunan yang menjadi salah satu
karakteristik yang menjadikan aceh singkil sebagai daerah tertinggal
dapat dihilangkan. Begitupun jembatan penghubung Singkil - Kuala Baru sebagai
akses lintas kabupaten dan lintas provinsi yang akan menjadi embrio perekonomian
yang selama ini dicita-citakan. Maka
kehidupan yang lebih baik pun dapat dimulai. Impian dan rencana
pembangunan bagi Aceh Singkil ini sejak dulu memang begitu indah dan
menggairahkan, namun realisasinya menuntut penantian panjang dan kesabaran yang
tinggi.
Sedangkan di bidang mutu
penididikan dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang sejatinya
sangat potensial untuk dikembangkan. Jika kita pulang kampung menuju Singkil,
berhentilah sejenak di Desa Mandumpang Kecamatan Suro, toleh sesaat ke samping
kiri maka kita temukan sebuah bangunan sekolah yang spektakuler dengan biaya
pembangunan milyaran rupiah dibangun sejak era rehabilitasi dan rekonstruksi
pasca tsunami Aceh. Namun, 15 tahun telah berlalu yang seharusnya telah
melahirkan generasi penerus -yang akan membawa Aceh Singkil ke arah yang lebih
baik – belum juga lahir dari almamater yang disebut-sebut sebagai Islamic
Center nya Aceh Singkil ini. Keseriusan pemerintah dalam hal peningkatan
kualitas pendidikan ini sangat penting untuk masa depan Aceh Singkil,
pemanfaatan islamic center sebagai pusat pendidikan yang berbasis islam dengan
kualitas terbaik sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah upaya yang sangat berarti dan akan menjadi titik tolak dasar pembangunan
pondasi sumber daya manusia di Aceh Singkil.
Ketiga, Peningkatan PAD. 15
Perusahaan Perkebunan Besar dengan total luas ± 46.229 Hektar dengan produksi
78.593 Ton pada tahun 2017 (ASDA, 2018) merupakan potensi yang sangat besar
dalam menunjang peningkatan jumlah PAD Aceh Singkil, begitupun disektor lain
seperti karet, kelapa dan berbagai komoditas lain baik yang bentuk barang maupun
jasa yang dapat menjadi sumber pendapatan asli daerah Kabupaten Aceh Singkil.
Maka diperlukan komitmen yang kuat dan kerja yang cerdas baik dari pengambil
kebijakan maupun pelaksana kebijakan dalam menerapkan strategi yang tepat baik
dalam mengelola sumber daya alam yang melimpah tersebut sehingga cita-cita
untuk menjadikan Aceh Singkil yang mandiri dari sisi pendapatan dapat
terlaksana dengan baik.
05. Aksesibilitas
Aksesibiltas maksudnya adalah jangkauan atau jarak tempuh
rata-rata dari kantor desa ke kantor kabupaten yang membawahi. Aksesibiltas
merupakan indikator yang penting untuk diperbaiki. Sulitnya jangkauan ke
ibukota kabupaten berbanding lurus dengan sulitnya masyarakat untuk mendapatkan
hak-hak berupa layanan dasar seperti catatan sipil, kesehatan, pendidikan dan
juga perekonomian.
Upaya klasik yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal
ini tidak lain adalah dengan melakukan perbaikan infrastruktur jalan raya dan
penyediaan transportasi. Selain itu, di waktu yang bersamaan pemerintah juga
harus tetap melakukan optimalisasi kualitas layanan dasar yang ada di desa-desa
sehingga aksesibilitas tidak menjadi penghalang utama untuk menghadirkan
hak-hak dasar masyarakat.
Jarak rata-rata Ibukota Kecamatan dalam Kabupaten Aceh
Singkil ke Ibukota Kabupaten adalah 56.6 km atau 1,5 Jam. Letak Ibukota Singkil
memang tidak persis tepat berada di tengah-tengah 10 kecamatan lainnya, namun
tetap dalam posisi strategis karena dekat menjangkau 7 kecamatan seperti 2
Kecamatan di Kepulauan Banyak (3-5 jam perjalanan laut), Kuala Baru (2 Jam
perjalanan laut), Singkil Utara, Gunung Meriah dan Simpang Kanan. Sedangkan
jarak dari 4 kecamatan lain seperti Singkohor, Kuta Baharu, Suro dan Danau
Paris dapat memakan waktu 2-3 jam perjalanan darat.
Solusi bagi permasalahan aksesibilitas
Perbaikan
Infrastruktur. Selain infrastruktur berupa jalan raya, upaya pemerintah
daerah dalam memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam hal aksesibilitas
adalah peningkatan kualitas dan kuantitas transportasi umum seperti kendaraan
trans desa, bus sekolah, hingga speedboat dan ambulance apung khusus bagi
masyarakat kepulauan.
Peningkatan Kualitas
Layanan Dasar. Pada Akhir Tahun
2017 lalu, pemda Aceh Singkil telah meluncurkam program Pelayanan Administrasi
Terapadu Kecamatan (PATEN). Program yang sudah sejak lama diterapkan diberbagai
daerah ini bertujuan untuk memberikan layanan dasar seperti perizinan, catatan
sipil dan berbagai urusan administrasi lainnya yang bertujuan agar memudahkan
masyarakat dalam mendapatkan layanan hak-hak dasarnya.
06. Karakteristik
Daerah
Indikator karakteristik daerah
merupakan gambaran dari frekuensi bencana yang terjadi di suatu daerah yang
dihitung berdasarkan persentasi dari tanah longsor, banjir, desa di kawasan
hutan lindung, desa berlahan kritis dan desa konflik. Berdasarkan pengamatan
sederhana kami terhadap beberapa indikator karakteristik daerah ini, terdapat
beberapa poin utama yang menimpa Aceh Singkil, yaitu : Banjir, Longsor dan
Kondisi Geografi Pasca Gempa-Tsunami. Berikut penjelasan dari masing-masing
sektor bencana dan alternatif kebijakannya.
Bencana Banjir. Sudah menjadi langganan setiap tahun Aceh Singkil
selalu dilanda bencana banjir yang melumpuhkan hampir seluruh aktivitas
masyarakat seperti perekonomian, pendidikan, kesehatan, pemerintahan dan
lainnya. Di sisi perekonomian khususnya di wilayah Kecamatan Pulau Banyak,
Pulau Banyak Barat, Kuala Baru dan Singkil ketika banjir tahunan datang maka
akan menutup akses mobilitas barang dan jasa terutama bahan-bahan pokok seperti
Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Gas LPG karena angkutan seperti truk yang notabene
berasal dari Kota Medan tidak dapat memasuki wilayah yang tergenang banjir.
Sedangkan di sektor pendidikan, fasilitas umum seperti
sekolah dan madrasah juga terkena dampak banjir sehingga anak-anak sekolah
terpaksa di liburkan. Begitupun di sektor kesehatan, beberapa puskesmas tidak
dapat beroperasi maksimal untuk melayani kesehatan warga. Adapun di sektor
pemerintahan sangat menghambat jalannya pelayanan pubik yang prima dikarenakan
beberapa kantor pemerintah juga terkena dampak banjr sehingga para ASN tidak
dapat melayani masyarakat dengan baik.
Data Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2017 sebanyak 6
Kecamatan yang menjadi sasaran bencana banjir tahunan yaitu Singkil (3),
Singkil Utara (2), Simpang Kanan (2) Gunung Meriah (2), Danau Paris (1), Suro
(3) dan Singkohor (1). Banjir melumpuhkan lebih dari setengah wilayah Aceh
Singkil sehingga karakteristik bencana yang satu ini mempunyai andil besar
dalam menjadikan Aceh Singkil tertinggal.
Tanah Longsor. Aceh Singkil juga tidak luput dari bencana tanah
longsor yang cenderung mengakibatkan korban jiwa dan juga menutup akses
mobilitas transportasi. Bencana tanah longsor juga terkadang ikut membersamai
bencana banjir sehingga jumlah korban akibat bencana ini terhitung dalam satu
paket dengan bencana banjir. Seperti yang terjadi pada bulan oktober
2018, tanah longsor melanda Situbuh-Tubuh
Kecamatan Danau Paris, menimbun jalan nasional Singkil – Sibolga,
Sumtaera Utara sepanjang ± 200 meter dan satu rumah warga, (Serambinews.com, 2018). Banjir dan Longsor
juga berdampak pada 17 desa di delapan kecamatan (Beritasatu.com, 2018). Berdasarkan Data Aceh Singkil Dalam
Angka (ASDA) 2018 bahwa sepanjang tahun 2017, bencana longsor terjadi sebanyak
14 kali di 3 titik kecamatan, yaitu :
Pulau Banyak (1), Singkohor (12), Kota Baharu (1).
Kondisi Pasca Gempa dan Tsunami. Bencana Gempa dan Tsunami 2004 dan
2005 yang melanda Aceh – Sumatera Utara menyebabkan tanah turun, rumah-rumah
tenggelam dan pepohonan mati bak Singkil Lama yang pernah tenggelam dulu. Untuk
kita ketahui bahwa berdasarkan catatan Moehammad Saleh dalam buku
otoiografinya, Riwajat Hidoep Perasaian
Saja, 1965, hingga pertengahan abad ke 19, kota Singkil masih menjadi salah
satu pusat perdagangan namun tenggelam akibat gelora - atau biasa disebut Galoro oleh masyarakat Singkil – air
laut naik yang disertai gempa bumi dan juga menenggelamkan gosong Djawi-Djawi
yang berada di dekat Singkil sehingga menyebabkan banyak orang mengungsi dan
pindah ke tempat yang dianggap lebih aman dan nyaman.
Ketika Singkil baru pun kembali
lahir yang dimulai dengan permukiman pertama di Desa Kilangan kemudia menyebar
ke Desa Ujung hingga Pulo Sarok maka pada tahun 2005 Singkil pun kembali
tengelam setelah dihantam gempa yang menyebabkan daratan singkil amblas dan
menjadikan daratan Singkil turun 0.5 – 1.5 meter. Setidaknya 3000 rumah
terendam air laut akibat tanah yang turun dan menyebabkan warga kembali
mengungsi serta sebagiannya kembali untuk tetap menetap dan meninggikan lantai
rumahnya.
Tidak ubahnya seperti di Singkil,
Kepulauan Banyak juga mengalami nasib serupa. Sebelum bencana Gempa dan Tsunami
terdapat ±
99 Pulau di Kepulauan Banyak. Namun, pasca bencana tersebut lebih dari 30 Pulau
tenggelam sehingga saat ini hanya menyisakan 64 Pulau. Pulau-Pulau tersebut
setiap harinya mengalami erosi, satu demi satu tenggelam dan tidak menutup
kemungkinan 5 hingga 10 tahun kedepan puluhan pulau akan ikut tenggelam.
Strategi Pembangunan Aceh Singkil dari minimalisasi bencana
Pertama, Solusi Banjir dan Longsor. Pemerintah Kabupaten Aceh
Singkil telah menginisiasi program yang spektakuler dalam mengatasi bencana
banjir yaitu pembangunan tanggul pengendali banjir sepanjang 26.5 kilometer
mulai dari desa Tanah Merah, Gunung Meriah sampai Desa Kilangan, Singkil dengan
anggaran mencapai Rp 726 Miliyar dengan biaya yang bersumber dari APBN,
(Serambinews.com, 2016).
Upaya pemerintah daerah dalam
penanggulangan bencana banjir tahunan melalui program pembangunan tanggul
pengendali banjir sejatinya sangat patut untuk diapresiasi. Berdasarkan hasil
studi di Jurnal Nature Climate Change bahwa
manfaat ekonomi dan jangka panjang dari pembangunan tanggul mengurangi kerugian
akibat banjir jauh mengalahkan biaya awalnya dalam skala global
(Republika.co.id, 2017). Anggaran yang selangit juga tidak akan berarti jika
tidak disertai dengan sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas
khususnya dalam pembangunan ini.
Akan sangat menjamin sekali jika
dalam proses pembangunan tanggul pengendali bencana banjir ini pemerintah dapat
memberdayakan 3 pihak yaitu, pemerintah itu sendiri, swasta dan akademisi
(baca: konsep triple helix).
Pemerintah dan masyarakat selaku yang memiliki hajat terhadap pembangunan
tanggul ini harus benar-benar maksimal dalam menjalankan fungsinya baik dari
sisi pengawasan, pengendalian dan pertanggungjawaban. Integritas pemerintah
disini sangat dituntut agar tidak terjadi hal-hal yang akan mencederai visi
pembangunan tanggul fenomenal ini seperti perilaku korupsi, kolusi dan
nepotisme. Sedangkan fungsi akademisi dapat dimanfaatkan dengan segala sumber
daya yang dimiliki seperti studi kelayakan dan konseptualnya sejak proses
perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi. Begitupun hal nya
dengan pihak swasta yang dalam hal ini sebagai pelaksana pembangunan tanggul
adalah sangat dituntut profesionalitasnya sehingga target pembangunan dapat
dilaksanakan sesuai rencana.
Kedua. Geografis Pasca Gempa dan Tsunami. Untuk mengubah keadaan
kondisi geografis agraria Aceh Singkil bukanlah hal yang mudah dan pun dapat
dikatakan “mustahil”. Namun pemanfaatan iklim struktur tanah yang ada dengan
ide-ide dan gagasan yang berwarna oleh para pemuda-pemudi yang memiliki
kreativitas tinggi sangat dibutuhkan, seperti program pelestarian hutan
mangrove sebagai bagian dari sumber daya yang berfungsi sebagai ruang
perkembangbiakan perikanan, sabuk hijau saat bencana terjadi, mencegah abrasi
pantai, sebagai bahan kayu bakar serta sebagai objek wisata seperti Hutan
Mangrove Langsa Aceh yang telah berskala dunia.
Perhatian serius juga seharusnya
disasarkan kepada wilayah Kepulauan Banyak yang setiap harinya mengalami erosi.
Kawasan yang hampir 80% nya dijadikan sebagai taman wisata alam ini sejatinya
mendapat kepedulian yang berarti. Pulau ini memiliki andil besar dalam
mendongkrak perekonomian Aceh Singkil baik dari sektor pariwisata, perikanan,
pertanian dan berbagai komoditas lainnya.
Kesimpulan
Aceh Singkil menjadi daerah
tertinggal sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 131 tahun 2015 tentang
Penetapan Daerah Tertinggal 2015-2019 adalah disebabkan tidak memenuhi
standarisasi yang telah ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertingal, dan Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Petunjuk Teknis Penentuan Indikator dalam Penetapan Daeah Tertinggal Secara
Nasional. Indikator tersebut memuat : perekonomian, sumber daya manusia, sarana
dan prasarana, celah fiskal, aksesibiltas dan karakteristik daerah. Pemerintah
ketika menetapkan daerah tertinggal pada tahun 2015 mengambil dasar yaitu data
BPS pada tahun 2010 - 2014.
Dalam rangka percepatan pembangunan khususnya daerah tertinggal,
pemerintah tentunya akan kembali menetapkan status beberapa daerah yang
dianggap tertinggal untuk periode 2019 – 2023. Tentu, kita semua tidak
menginginkan bahwa Aceh Singkil kembali mengisi daftar list daerah tertinggal
tersebut. setelah melakukan analisis sederhana berbasis data dalam tulisan ini
bahwa hingga tahun 2019 ini Aceh Singkil telah mengalami perbaikan dalam beberapa
indikator seperti sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta aksesibiltas.
Namun, untuk indikator lainnya masih mengalami permasalahan, diantaranya adalah
: perekonomian dan celah fiskal.
Dari Sektor perekonomian PDRB per kapita Aceh Singkil pada tahun 2017
mencapai Rp 17.9 juta atau rata-rata Rp
1,4 Juta per bulan. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka mencapai 7.14
persen. Adapun kemiskinan mencapai angka 22.11% (tertinggi dalam provinsi
Aceh), IPM 67.37 poin (berada di posisi ke 17) dan Gini Ratio/ketimpangan pendapatan mencapai 0.32 poin. Selanjutnya,
dari sektor Celah Fiskal. kondisi keuangan daerah (Baca : APBD) kabupaten Aceh
Singkil mengalami tren negatif di dua
tahun terkahir ini dibuktikan dengan angka defisit anggaran sebagai wujud
keterbatasan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya.
Saran
Dalam rangka upaya bangkit dari
ketertinggalan, maka Pemda Aceh Singkil perlu menerapkan strategi yang terukur dan
berorientasi hasil diawali dengan melakukan sinergitas dengan Badan Pusat
Statistik (BPS), data merupakan basis dan pijakan awal penentu arah pembangunan
yang lebih efektif dan efisien khususnya dalam menyelesaikan permasalahan di
bidang perekonomian dan kemampuan fiskalnya.
Selanjutnya, untuk memaksimalkan
riset terhadap permasalahan yang dihadapi Kabupaten Aceh Singkil dalam
menghadapi problematika sesuai indikator ketertinggalan yang ditetapkan dalam
peraturan presiden di atas, maka perlu kajian khusus yang mendalam di setiap
indikator. Disini lah diperlukan kontribusi dari para generasi penerus putra
putri Aceh Singkil dengan menyumbangkan gagasan-gagasan konstruktif dan
inovatif khususnya dalam bentuk karya ilmiah berupa artikel, skripsi, thesis
hingga disertasi yang berorientasi pada hasil berupa alternatif solusi terhadap
permasalahan yang dihadapi Kabupaten Aceh Singkil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar