Dinamika Functions Follow Money


 

Penyusunan anggaran di instansi pemerintah, khususnya melalui Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), merupakan salah satu instrumen penting untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Anggaran adalah refleksi dari prioritas pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, banyak pihak di lingkungan birokrasi mengamati fenomena yang dikenal sebagai functions follow money. Dalam fenomena ini, proses perencanaan tidak sepenuhnya didasarkan pada kebutuhan dan prioritas strategis, melainkan pada upaya memenuhi pagu anggaran yang sudah ditentukan sebelumnya.


Dinamika ini menimbulkan berbagai tantangan, baik dari sisi internal instansi maupun dampaknya terhadap publik. Banyak unit kerja yang merasa terpaksa menyesuaikan programnya agar sesuai dengan pagu anggaran, bahkan jika program tersebut kurang relevan atau tidak mendesak. Sebagai pegawai yang berada dalam sistem ini, sering kali kita merasa terjebak dalam pola kerja yang kurang produktif. Padahal, tujuan utama anggaran pemerintah adalah menciptakan dampak nyata bagi masyarakat.


Realitas Penyusunan RKA-KL di Lapangan


Salah satu persoalan utama dalam fenomena functions follow money adalah bagaimana pagu anggaran sering kali sudah ditetapkan sebelum proses perencanaan strategis selesai dilakukan. Ini menciptakan situasi di mana perencanaan menjadi sekadar formalitas untuk memenuhi angka-angka dalam pagu. Akibatnya, muncul program-program yang tidak memiliki relevansi langsung dengan kebutuhan masyarakat. Sebagai contoh, alih-alih mengalokasikan anggaran untuk proyek infrastruktur atau layanan yang mendukung masyarakat, anggaran sering kali habis untuk kegiatan administratif atau belanja barang yang tidak mendukung indikator kinerja utama.


Selain itu, koordinasi antara unit perencana dan pelaksana anggaran juga menjadi tantangan besar. Dalam praktiknya, banyak usulan dari unit pelaksana yang tidak sepenuhnya dipertimbangkan karena adanya tekanan untuk menyesuaikan dengan pagu yang sudah ditetapkan. Kondisi ini tidak hanya mengurangi efektivitas program, tetapi juga menimbulkan rasa frustrasi di kalangan pegawai yang merasa bahwa ide-ide mereka tidak mendapatkan perhatian.


Dampak Terhadap Efektivitas Program dan Kepentingan Publik


Fenomena ini jelas berdampak pada efektivitas program pemerintah. Ketika program yang disusun tidak didasarkan pada kebutuhan nyata, hasilnya tidak akan memberikan dampak yang optimal bagi masyarakat. Sebagai contoh, ada unit kerja yang terpaksa mengalokasikan anggaran untuk pelatihan internal yang kurang mendesak hanya karena pagu anggaran harus digunakan. Di sisi lain, program yang benar-benar dibutuhkan, seperti peningkatan layanan publik atau pengadaan infrastruktur dasar, justru tidak mendapatkan alokasi yang memadai.


Tidak hanya itu, sistem ini juga meningkatkan risiko inefisiensi anggaran. Belanja pada program-program yang kurang relevan pada akhirnya menciptakan pemborosan sumber daya. Di tengah tantangan ekonomi global dan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat, inefisiensi seperti ini jelas tidak dapat diterima. Bagi publik, kondisi ini menciptakan kesenjangan antara harapan mereka terhadap pemerintah dan kenyataan di lapangan.


Mengubah Pendekatan Penyusunan Anggaran


Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah perbaikan yang konstruktif. Salah satu solusi utama adalah dengan mengubah pendekatan penyusunan anggaran menjadi berbasis kebutuhan (needs-based budgeting). Dalam sistem ini, alokasi anggaran tidak didasarkan pada pagu awal, melainkan pada analisis mendalam terhadap kebutuhan strategis setiap unit kerja. Dengan cara ini, program yang diusulkan benar-benar mencerminkan prioritas pemerintah dan kebutuhan masyarakat.


Selain itu, fleksibilitas dalam pengelolaan anggaran juga perlu ditingkatkan. Regulasi yang terlalu kaku sering kali menjadi hambatan bagi instansi untuk menyesuaikan anggaran dengan kondisi yang dinamis. Sebagai contoh, kebutuhan mendesak yang muncul di tengah tahun anggaran sering kali sulit diakomodasi karena pagu sudah ditetapkan sejak awal. Dengan memberikan ruang fleksibilitas, instansi dapat lebih responsif terhadap perubahan kebutuhan di lapangan.


Penguatan Kapasitas dan Koordinasi Internal


Perbaikan sistem anggaran tidak akan berhasil tanpa penguatan kapasitas di tingkat internal. Pegawai yang terlibat dalam perencanaan dan pengelolaan anggaran perlu mendapatkan pelatihan yang memadai. Kemampuan untuk menyusun anggaran berbasis kebutuhan, mengintegrasikan indikator kinerja utama (IKU) ke dalam program, serta menggunakan teknologi informasi yang mendukung perencanaan yang transparan adalah keterampilan yang harus dimiliki.


Selain itu, koordinasi antarunit kerja juga harus diperbaiki. Sebagai bagian dari birokrasi, kita sering melihat bagaimana perbedaan persepsi antara unit perencana dan pelaksana anggaran menjadi hambatan besar. Untuk mengatasi ini, diperlukan komunikasi yang lebih intensif dan mekanisme kolaborasi yang lebih baik. Dengan cara ini, setiap unit kerja dapat merasa bahwa ide dan usulan mereka benar-benar diperhatikan.


Pengawasan dan Evaluasi yang Lebih Akuntabel


Pengawasan dan evaluasi yang efektif adalah kunci untuk memastikan bahwa anggaran benar-benar digunakan sesuai dengan tujuan strategis. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan menerapkan mekanisme audit berbasis hasil (performance-based auditing). Dalam mekanisme ini, penggunaan anggaran tidak hanya dinilai dari sisi kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga dari hasil yang dicapai.


Selain itu, keterlibatan publik dalam proses evaluasi juga perlu diperkuat. Dengan melibatkan masyarakat, pemerintah dapat memastikan bahwa program-program yang dijalankan benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka. Misalnya, forum konsultasi publik dapat menjadi sarana untuk mendapatkan masukan langsung dari masyarakat mengenai program yang telah dijalankan.


Mengadopsi Praktik Terbaik 


Sebagai tambahan, Indonesia juga dapat belajar dari negara-negara lain yang telah berhasil menerapkan sistem anggaran berbasis kebutuhan. Misalnya, di beberapa negara Skandinavia, pemerintah menggunakan sistem anggaran fleksibel yang memungkinkan unit kerja untuk mengalokasikan dana berdasarkan kebutuhan riil di lapangan. Selain itu, mereka juga menggunakan teknologi canggih untuk memantau dan mengevaluasi penggunaan anggaran secara real-time.


Dengan mengadopsi praktik terbaik seperti ini, bukan tidak mungkin sistem anggaran di Indonesia dapat lebih efektif dan efisien. Namun, penting untuk memastikan bahwa praktik tersebut disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan lokal.


Menuju Perbaikan yang Berkelanjutan


Sebagai pegawai yang berada dalam sistem ini, kita semua memiliki tanggung jawab untuk mendorong perbaikan. Fenomena functions follow money bukanlah sesuatu yang tidak dapat diatasi. Dengan komitmen bersama, baik dari pihak pemerintah, instansi terkait, maupun masyarakat, perubahan menuju sistem yang lebih baik sangat mungkin diwujudkan.


Perubahan ini memang membutuhkan waktu, tetapi langkah kecil yang diambil hari ini akan memberikan dampak besar di masa depan. Pada akhirnya, tujuan kita adalah menciptakan sistem anggaran yang benar-benar berorientasi pada kepentingan publik, sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.


Mari kita jadikan momentum ini sebagai peluang untuk membangun sistem anggaran yang lebih transparan, fleksibel, dan akuntabel. Dengan demikian, tidak hanya instansi kita yang akan mendapatkan manfaat, tetapi juga seluruh masyarakat yang menjadi tujuan utama dari setiap program yang kita jalankan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar