Karena komentar yang menyakitkan hati dan menyulut amarah dalam jantung dari sebuah akun fake, malam ini saya tidak bisa beribadah dan tidur dengan tenang, hingga akhirnya mendorong saya menuangkan pemikiran dalam tulisan ini.
Sebuah
akun IG @gsonsh telah melakukan ujaran kebencian di dengan menyampaikan hal-hal yang sangat
menyakitkan hati seluruh masyarakat Aceh Singkil yang kemudian menghilang, tak
lagi dapat ditelusuri siapa pemiliknya.
Entah
apalah yang membuat dirinya sebegitu bencinya dengan negeri batuah tempat
lahirnya Syaikh Abdurrauf As-Singkily -sang ulama yang memiliki andil besar
dalam penyebaran agama Islam di Sumatera bahkan Nusantara- ini.
***
Pemilik
akun IG @gsonsh 'menyerang' Aceh Singkil dari dua sisi, masyarakat dan
pemerintahnya. Saya mengesampingkan terlebih dahulu aspek pemerintahannya,
karena akan ada bahasan tersendiri tentang ini nanti, insya Allah.
Saya
lebih ingin menguraikan pada aspek masyarakat yang ia dakiti dengan ujaran
kebenciannya, karena memang aspek inilah yang paling perih terasa bagi kami
masyarakat Aceh Singkil.
Ia
mengatakan bahwa kami -masyarakat Aceh Singkil- telah mencuri budaya minang
karena beberapa praktik adat kami seperti budaya minang yang diadopsi. Ia
kemudian bahkan menyatakan bahwa kami telah "memalukan orang padang'.
***
Dalam
tulisan ini, izinkan saya sedikit menjelaskan hal ini dari cerita singkat
leluhur keluarga saya yang notabene adalah berasal dari suku yang dikenal
dengan aneuk jamee.
Kakek
(Pak Gaek) saya sendiri lahir di Pulau Banyak, Aceh Singkil. Begitu pula dua
keturunan di atasnya. Menyadari asal muasalnya sebagai orang minang, pada tahun
1977 beliau pernah berkunjung ke negeri asal leluhur kami di ranah minang,
tepatnya di Desa Sungai Jariang Kabupaten Agam.
Beliau
pulang ke Pulau Banyak membawa sepucuk surat yang hingga kini masih saya
simpan. Surat itu berjudul “Surat Keterangan Keluarga” yang berisi ungkapan
kebahagiaan mereka akan kedatangan sang Kakek muda yang punya keinginan kuat
merajut kembali ikatan darah (silaturrahim) nun jauh di negeri seberang.
Surat
itu juga berisi keterangan nama-nama saudara/sanak famili dari leluhur kami
yang tersebar di beberapa kota seperti Sibolga, Tapaktuan, Riau, dan beberapa
wilayah lainnya.
Jadi,
apa maksud dari cerita ini?
***
Ini
adalah fakta bahwa kami memang berasal dari ranah minang dan kini hidup
berpencar di berbagai belahan bumi Allah Ta’ala ini. Oleh karenanya, tidak ada
seorang pun yang berhak melarang kami menggunakan bahasa, budaya, serta adat
dan istiadat leluhur kami.
Jika bisa dianalogikan, apa yang pelaku ujaran kebencian itu lakukan sama halnya dengan orang Indonesia yang tinggal di sebuah negara di luar negeri, didiami oleh sekelompok Indonesia lainnya.
Kemudian,
ia melihat beberapa oknum orang seasal dengannya itu berperilaku atau bersikap
tidak sesuai dengan keinginannya. Namun, bukannya tabayyun dan mencoba
berkomunikasi dengan baik, ia justru mencaci maki negara tersebut dengan segala
adat, istiadat, dan kebudayaannya. Bahkan ia menyuruh orang Indonesia itu
membuat kebudayaan sendiri.
Alamak,
betapa sempit jadinya pikiran manusia si pembenci itu!
Padahal
akal dan pikirannya merupakan anugerah terbesar dari Sang Maha Rahman yang
semestinya digunakan dengan baik sebagai wujud rasa syukur terhadap nikmat nan
agung itu.
***
Di
bulan ramadan ini, ia telah menyakiti hati ± 130 ribu jiwa masyarakat Aceh
Singkil. Sungguh beban yang ia tanggung sangat berat. Jangan dulu bicara hukum
pidana, mari melihat dan mencari hikmah dari bagaimana sudut pandang islam
dalam perkara seperti ini.
Bukankah
membuat makhluk Allah sakit hati itu adalah termasuk perbuatan zalim? Dan
bukankah menebusnya harus meminta kehalalan kezalimannya itu kepada seluruh
masyarakat Aceh Singkil?
Allah
Ta'ala berfirman:
Dan
orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan
yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa
yang nyata.
(QS. Al-Ahzab: 58)
Rasulullah
shalallahu'alaihiwassalam bersabda:
“Orang
yang pernah menzhalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib
meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari
dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal
shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun
jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari
orang yang ia zhalimi”. (HR. Bukhari no.
6534).
Sekali
lagi, jika pelaku itu adalah seorang muslim tentu wajib mengimani ketentuan
syariat dalam agama Islam yang mulia ini. Atas perbuatan ujaran kebencian ini,
konsekuensi yang ia tanggung adalah ia wajib menghalalkan kezaliman itu dengan meminta maaf.
Tulisan kami ini telah dimoderasi dan dipublikasikan oleh redaksi komparatif.id, dapat diakses disini: https://komparatif.id/orang-singkil-bukan-pencuri-budaya-minang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar