Taat kepada Pemimpin merupakan perkara yang amat penting dalam masalah agama kita.
Setiap saat kita dihadapkan dengan berbagai problematika kehidupan baik masalah yang bersifat pribadi maupun yang sifatnya umum atau biasa disebut sosial kemasyarakatan.
Hal-hal yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan ini tentunya secara rapi dan tertata telah disusun dalam ketentuan undang-undang oleh negara kita. Seperti aturan dalam kesehatan, aktivitas ekonomi (jual beli, inflasi, nilai tukar rupiah dll), budaya, sosial, hukum, politik hingga pertahanan dan keamanan.
Berbicara mengenai aturan kesehatan. Saat ini kita sedang mengahadapi situasi yang tidak normal. Situasi yang tidak pernah kita prediksi sebelumnya, yaitu merebaknya Covid-19.
Maka kita dituntut untuk patuh dan taat kepada aturan yang ada yaitu protokol kesehatan : menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan dan meningkatkan imun tubuh. Di dalam agama konsep patuh dan taat ini telah jelas merupakan sebuah perintah dari Allah yang mutlak harus kita jalankan.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ “
Hai orang-orang yang berim taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya) dan ulil amri di antara kalian.” [An-Nisaa: 59]
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَطاَعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ.
“Tidak (boleh) taat (terhadap perintah) yang di dalamnya terdapat maksiyat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam kebajikan” [ HR. Bukhari dan Muslim]
Apabila mereka memerintahkan perbuatan maksiyat, saat itulah kita dilarang untuk mentaatinya namun tetap wajib taat dalam kebenaran lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
…أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ آمَرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ…
“…Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah Yang Mahamulia lagi Mahatinggi, tetaplah mendengar dan mentaati, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak hitam…“ [HR Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi]
Karena sejatinya, pembangkangan kita terhadap seorang pemimpin muslim, maka artinya kita juga telah membangkang Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Kenapa demikian?
Karena Rasulullah shalallahu alayhi wasallam bersabda
مَنْ أَطَاعَنِيْ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ، وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيْرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى أَمِيْرِي فَقَدْ عَصَانِي.
“Barangsiapa yang taat kepadaku berarti ia telah taat kepada Allah dan barangsiapa yang durhaka kepadaku berarti ia telah durhaka kepada Allah, barangsiapa yang taat kepada amirku (yang muslim) maka ia taat kepadaku dan barangsiapa yang maksiat kepada amirku, maka ia maksiat kepadaku.” [HR Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan Nasai]
Imam al-Qadhi ‘Ali bin ‘Ali bin Muhammad bin Abi al-‘Izz ad-Dimasqy (terkenal dengan Ibnu Abil ‘Izz wafat th. 792 H) rahimahullah berkata:
“Hukum mentaati ulil amri adalah wajib (selama tidak dalam kemaksiatan) meskipun mereka berbuat zhalim, karena kalau keluar dari ketaatan kepada mereka akan menimbulkan kerusakan yang berlipat ganda dibanding dengan kezhaliman penguasa itu sendiri. Bahkan bersabar terhadap kezhaliman mereka dapat melebur dosa-dosa dan dapat melipatgandakan pahala. Karena Allah Azza wa Jalla tak akan menguasakan mereka atas diri kita melainkan disebabkan kerusakan amal perbuatan kita juga. Ganjaran itu bergantung pada amal perbuatan. Maka hendaklah kita bersungguh-sungguh memohon ampunan, bertaubat dan memperbaiki amal perbuatan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ “
Dan musibah apa saja yang menimpamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan).” [Asy-Syuraa: 30]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” [Al-An’aam: 129]
Apabila rakyat ingin selamat dari kezhaliman pemimpin mereka, hendaknya mereka meninggalkan kezhaliman itu juga.”
[Syarhul Aqidah ATH Thahaawiyyah Hlm. 543]
Kita tidak tau, situasi ini apakah rekayasa, settingan ataupun konspirasi dsb. Kita tidak punya cukup bukti untuk mengatakan hal itu. Kita hanya mendengar dari sumber ini dan itu yang tak dapat dipertanggung jawabkan.
Oleh karena itu, saat ini yang terpenting bagi kita adalah berusaha menjaga diri kita dan orang-orang yang kita cintai agar selamat dari wabah ini.
Kemudian dengan senantiasa bertaqarrub beribadah dan berdoa kepada Allah Taala untuk mendapatkan pertolongan.
maka tips agar mendapatkan pertolongan Allah tentunya dengan menjalankan apa apa yang menjadi perintah Allah dan Rasul-Nya.
Dalam hal ini perintah Allah adalah mentaati pemimpin. Dengan mentaati pemimpin kita pun mendapat petunjuk tentang bagaimana usaha untuk dapat terhindar dari wabah ini yaitu dengan menaati protokol kesehatan.
Bermaksiat kepada pemimpin -sebagaimana dalam hadits di atas- adalah bermaksiat kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Artinya, ketika kita tidak menaati aturan yang ada khususnya dalam menaati protokol kesehatan ini kita akan mendapatkan dua konsekuensi, yaitu : Bermaksiat kpd Rasulullah dan Mencelakai diri sendiri.
Ini merupakan ibrah dari perintah Allah Taala. Tidak ada perintah Allah yang tidak mengandung hikmah dan kebaikan untuk kita. Maasyaa Allahu Taala.
Maka, Banyak sekali hikmah sebenarnya dari adanya Covid-19 ini. Hikmah yang saat ini kita sedang bicarakan yaitu : Taat kepada Pemimpin.
Oleh Fauzan Hidayat
Singkil, 17 Dzulhijjah 1441 H
Barakallahu fiikum syaikhuna
BalasHapusWa fiiik barakallah syaikhh noors
HapusSyukron Pak Bupati
BalasHapusBaarakallaahufiik
BalasHapus