Oleh: Fauzan Hidayat
Sebagaimana mayoritas manusia dewasa yang memiliki prinsip dalam
menjalani hidup, tentunya lebih layak ia memiliki prinsip dalam bergama
terlebih orang tersebut adalah seorang muslim. Prinsip hidup mungkin bisa
bersifat dinamis (tidak tetap, kadang-kadang berubah), sedangkan prinsip dalam
bergama sifatnya adalah mutlak, tidak ada tawar menawar terhadapnya. Karena
sejatinya prinsip dalam bergama merupakan sesuatu yang telah menjadi tuntunan
yang ditetapkan Allah ﷻ melalui utusannya ﷺ.
Kita bisa melihat diri kita, apa yang telah kita persiapkan untuk
menghadapi keniscayaan yang telah menjadi kepastian dari Allah ﷻ yaitu kiamat, baik kiamat kecil berupa
kematian maupun kiamat besar berupa kehancuran alam semesta?. Amat terang bagi
kita tentang tujuan penciptaan alam semesta ini sebagaimana firman Allah ﷻ :
Allah berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali supaya
mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)
Kalimat Allah ini sangat sederhana, namun mengandung makna yang
sangat mendalam sekali. Ketika kita merenungi ayat Allah yang mulia ini dengan
perenungan yang dalam dengan mengharap taufiq Allah ﷻ
maka tentu kita akan memahami segala konsekuensi dari tujuan penciptaan alam
semesta ini dimana kita termasuk didalamnya.
Tidaklah kita
diciptakan oleh Allah, kecuali untuk menyembah-Nya. Begitu banyak Ayat-ayat
Allah yang memiliki makna sama dan menjadi penyempurna kalimat ini, diantaranya
adalah firman Allah Ta’ala :
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun” (An-Nisaa`:
36).
Konsekuensi dari menyembah Allah adalah dengan
tidak menjadikan bagi Allah sekutu untuk disembah. Dan tidak menjadikan sekutu
bagi Allah untuk disembah juga memiliki perincian yang wajib kita ketahui selaku
seorang muslim yang mengaku beriman kepada Allah.
Aduhai, betapa merugi diri ini ketika kita
kita tidak menyadari hal-hal yang menjadi larangan Allah dimana hal tersebut terkdang
telah menjadi kebiasaan kita dalam kehidupan sehari-hari.
Mempelajari perincian-perincian yang dapat
membatalkan keislaman/merusak tauhid kita adalah perkara yang wajib kita
ketahui atau dengan bahasa sederhananya adalah mempelajari Tauhid merupakan hal
yang sangat penting bagi hidup dan kehidupan kita.
Mempelajari tauhid dengan benar dapat
menjadikan kita sadar akan hak-hak Allah yang banyak belum kita penuhi dalam
perkara peribadatan yang murni kepada-Nya. Karena betapa banyak hal-hal yang
bersifat ritual ibadah baik melalui ucapan, perbuatan dan tingkah-laku kita
yang terkadang tanpa sadar telah melakukan perbuatan yang dimurkai Allah dan
mempengaruhi tauhid kita kepada Allah.
Saudaraku seiman. Sadarilah bahwa mempelajari
tauhid dengan benar juga akan menjadikan kita Hamba Allah yang tidak akan takut
kepada siapapun selain kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Karena sejatinya takut akan
sesuatu yang bersifat ibadah akan menghantarkan kita kepada perkara kesyirikan.
Mempelajari tauhid dengan benar juga akan
menjadikan kita lebih sabar dalam menghadapi berbagai cobaan dan ujian dari
Allah, karena kita telah mengetahui seperti apa sejatinya takdir Allah yang
merupakan bagian dari rukun iman yang enam.
Mempelajari tauhid dengan benar juga akan
meningkatkan kesadaran kita bahwa Allah mengetahui apapun yang kita lakukan
bahkan yang masih terpatri di dalam hati. Sehingga mendorong kita untuk
senantiasa mawas diri plus instropeksi diri terhadap segala amal
perbuatan yang kita lakukan sehari-hari.
Alangkah merugi diri ini, ketika segala pernak
pernik ragam keilmuan/sains telah kita kuasai dengan berbagai gelar yang
disandang, banyak negara yang telah dijejaki, berbagai penghargaan telah
dimiliki. Namun, perihal ilmu agama atau lebih khusus ilmu tauhid hanya
berbekal sedikt. wal’iyadzu billah.
Oleh karenanya, ketika tauhid telah menjadi
poin penting dalam prinsip hidup dan kehidupan kita, maka dengan izin Allah
jalan menuju keridhaan Allah akan lebih mudah untuk kita tempuh. Segala bentuk
cobaan dan ujian dalam menjalani kehidupan ini akan terasa ringan. Begitupun
perilaku, tuturkata serta sikap kita kan mencerminkan seorang muslim sejati.
Darimana
memulainya ?
Mulai lah dari berkaca terhadap diri sendiri
dengan mempertanyakan sejauhmana kita telah mengenal Allah? Darimana ilmu yang
kita ambil perihal tauhid? Sudah benarkah apa yang kita pelajari selama ini
tentang bagaimana meng-Esakan Allah?
Kita juga bisa membuktikannya dengan melihat
realita kehidupan yang kita alami. Apakah kita telah menunaikan hak-hak Allah
seperti tidak memperekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, bagaimana shalat kita?
puasa kita?
Apakah kita masih takut dengan hal-hal yang
berbau mistis, atau takut apabila tidak melakukan sesuatu yang haram maka kita
tidak akan bisa hidup dengan ketakutan yang melebihi takut kita kepada Allah
‘Azza wa Jalla?
Apakah kita masih tidak mampu mengendalikan
amarah, bersikap emosional terhadap berbagai cobaan yang dihadapkan kepada kita
? Belumkah kita sadari bahwa semuanya adalah ketetapan Allah? Belumkah kita
bisa mengambil hikmah dari setiap takdir/ketetapan Allah yang terjadi pada diri
kita?
Apakah kita masih merasa Allah tidak mengawasi
sehingga kita dengan mudah masih melakukan hal-hal yang diharamkan Allah tanpa
merasa berdosa sedikitpun?
Saudaraku, semua pertanyaan-pertanyaan ini
akan sangat berbanding lurus dengan kualitas keimanan dan ketaqwaan kita kepada
Allah yang secara garis besar ada pada Tauhid yaitu sejauh mana kita mengetahui
perkara-perkara tentang ke-Esaan Allah ﷻ.
Kenapa kita bisa mudah menjadwalkan kegiatan
atau rutinitas kita sehari-hari berupa pekerjaan, liburan, dan hal-hal bersifat
duniawi lainnya sementara untuk menjadwalkan waktu belajar ilmu tauhid kita
tidak bisa?
Dahulu kala, para alim ulama kita untuk mendapatkan
ilmu itu dengan pengorbanan yang luar biasa yang bahkan ada diantara mereka
kelaparan, kehausan, kehabisan harta benda demi untuk pergi jauh merantau
mendapatkan ilmu agama yang benar. Di zaman yang serba canggih ini, ilmu itu
telah tersebar luas. Hanya saja, kita perlu memilah dan memilih kepada siapa
kita mengambil ilmu agama, dengan mengharap taufiq dan hidayah Allah agar kita
diberikan jalan untuk memperdalam pengetahuan agama dalam hal ini adalah tauhid
yang menjadi perkara fundamental atupun sangat wajib untuk kita ketahui.
Mempelajari ilmu agama secara terperinci dan
mendalam tidak hanya berhenti sebagai perkara yang wajib saja. Akan tetapi,
dengannya akan terasa betapa nikmat karunia Allah atas ilmu agama yang sedang
dipelajari dan diperdalam. Bukan kah tanda seseorang itu dikehendaki Allah
kebaikan untuknya maka Allah akan buat dia menjadi faham terhadap agamanya?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من
يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah
akan faqihkan ia dalam masalah agama (ini).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dan inilah contoh kebahagiaan para ulama terdahulu dalam
berilmu dan beribadah kepada Allah. mereka berkata,
لَوْ
يَعْلَمُ المُلُوْكُ وَأَبْنَاءُ المُلُوْكِ مَا نَحْنُ فِيْهِ لَجَلِدُوْنَا
عَلَيْهِ بِالسُّيُوْفِ
“Seandainya para raja dan pangeran itu
mengetahui kenikmatan yang ada di hati kami ini, tentu mereka akan menyiksa
kami dengan pedang (untuk merebutnya).” [Rawai’ut Tafsir Ibnu Rajab 2/134,
Darul ‘Ashimah, cet.I, 1422 H, Syamilah].
Semoga kita menjadi bagian dari hamba-hamba
Allah yang senantiasa diberikan keberkahan, taufik dan hidayah-Nya untuk terus
belajar dan belajar memperdalam ilmu agama sebagai bekal untuk bertemu dengan
Allah di hari akhir kelak. Aamiin
x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar