Oleh :
Fauzan Hidayat
Latar Belakang
Tuntutan terhadap
pelayanan publik dari masyarakat kepada pemerintah semakin tinggi seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tipe layanan publik yang
masih memberlakukan New Public Management
(NPM) pun semakin tidak relevan. Ditambah lagi perkembangan globalisasi
yang hingga saat ini telah memasuki era revolusi industri 4.0 juga sangat
mempengaruhi pola kebutuhan masyarakat terhadap layanan publik berbasis teknologi
informasi.
Begitupun dalam perkembangan reformasi birokrasi selaku
penyelenggara pelayanan publik juga mengalami tuntutan perubahan dengan pola good governance dimana sektor
pemerintah, swasta dan masyarakat merupakan pilar yang secara egaliter
merupakan pihak yang memiliki hak dan kewajiban setara baik dalam tahapan
perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi suatu program, tentu dengan kewenangan
masing-masing. Dalam pola Good Governance
masyarakat tentunya tidak hanya
berurusan dengan sektor publik dalam mendapatkan hak pelayanan, kadangkala
masyarakat juga mendapatkan layanan dari pihak swasta berdasarkan bentuk
kepentingannya. Maka pada titik ini masyarakat akan memiliki poin tersendiri
terkait penilaiannya terhadap kualitas pelayanan yang diperoleh sehingga
masing-masing pihak yang memiliki domain memberikan pelayanan tentu akan
bersaing dan memberikan layanan terbaiknya kepada masyarakat.
Berbicara mengenai layanan publik dasar yang dirasakan
masyarakat sebenarnya secara sederhana dapat diukur dari bagaimana sektor
publik memberikan pelayanan terbaiknya di level kabupaten/kota. Banyak sektor
layanan publik yang berada pada domain pemerintah kabupaten/kota seperti
Perizinan Usaha, Izin Mendirikan Bangunan, Izin HO, Administrasi Kependudukan
dan Catatan Sipil, Pendidikan, Kesehatan dan berbagai bentuk layanan publik
lainnya. Artinya, masing-masing instansi yang memiliki kewenangan dalam
memberikan pelayanan publik langsung kepada masyarakat ditempatkan pada satu
ruangan yang biasa disebut dengan Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP),
namun akan menjadi lebih menarik apabila masing-masing instansi tersebut tidak
hanya yang berada dan bertanggungjawab kepada Bupati namun juga instansi
vertikal lainnya seperti Samsat, Layanan SIM, Perbankan dan berbagai layanan
lainnnya.
Dengan adanya pembagian
urusan antara pemerintah pusat yang dibarengi dengan dana perimbangan dan
berbagai aspek yang men-support
pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat
seharusnya berbagai pola tuntutan tersebut dapat terpenuhi. Tentu saja, untuk
memenuhi hal tersebut tidak hanya tergantung pada aspek fiskal. Aspek-aspek
lain juga menjadi penentu keberhasilan pemerintah dalam memberikan layan publik
terbaik seperti sumber daya manusianya sebagai penyelenggara pelayanan publik,
fasilitas pendukung dan begitupun dari aspek kepimpinan dalam hal ini kepala
daerah yang memiliki mindset serta
cita-cita yang rasional sejalan dengan tujuan pembangunan daerah dan responsif terhadap
perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi.
Diantara berbagai inovasi dalam pelayanan publik yang
diberikan oleh pemerintah baik kepada masyarakat maupun pihak swasta adalah Mall Pelayanan Publik (MPP). Inovasi
yang satu ini merupakan terobosan baru yang bertujuan tidak lain adalah untuk
mempermudah masyarakat dalam memperoleh hak-haknya yang dapat diperoleh dari
layanan pemerintah daerah sebagai perwujudan dari birokrasi 4.0 yaitu
percepatan pelayanan, akurasi pelayanan, dan fleksibilitas kerja.
Mall Pelayanan Publik merupakan inovasi primadona yang
menjadi tantangan bagi seluruh pemerintah kabupaten/kota dan provinsi. Hingga
saat ini, baru terdapat 14 Wilayah Pemda yang telah membentuk MPP.
Masing-masing daerah tentunya memilki satu tujuan yang sama dengan daerah lain
dalam membentuk MPP ini, yaitu : Integrasi pelayanan untuk meningkatkan nilai Ease of Doing Business (EoDB) di
Indonesia, Begitu juga dengan tujuan agar menghilangkan ego sektoral antar
instansi dan menjadikannya ke dalam satu kesatuan yang memiliki tujuan yang
sama yaitu pelayanan prima kepada masyarakat[1].
Agar dapat terlaksana dengan baik melalui penyesuaiannya dengan perkembangan
teknologi, informasi dan komunikasi MPP pun dituntut lebih berbasis digital
melayani (Dilan) untuk menjawab kompleksitas kebutuhan masyarakat milenial.
Jika dilihat dari eksistensinya yang masih tergolong New-Innovation karena baru dibentuk pada
tahun 2017, secara umum MPP merupakan terobosan baru yang tentunya akan memulai
operasionalnya dengan berbagai “trial and
error” sebagai bentuk dari proses menuju kesempurnaan pelayanan sebagaimana
negara maju menerapkannya. Karena itu, dengan menetapkan MPP sebagai salah satu
wujud dari palayanan publik berbasis teknologi sebagai pembahasan utama dalam
tulisan ini, maka penulis akan mengemukakan progres penerapan Mall Pelayanan
Publik sebagai pengejewantaan reformasi birokrasi 4.0 di Indonesia dibidang
layanan publik ini kemudian memberikan beberapa strategi yang konstruktif dan
aplikatif yang dapat menunjang kualitas pelayanan publik melalui MPP ini.
Gambaran
Implementasi Pelayanan Publik di Indonesia
Segala aspek penyelenggaraan pemerintahan sejatinya harus
mampu menjawab tantangan perkembangan revolusi industri yang saat ini telah
memasuki era 4.0. Terlebih dalam hal pelayanan publik dimana pemerintah dan
sektor swasta didesak untuk selalu menyesuaikan dan meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat. Apalagi sektor pemerintah dalam hal pelayanan
publik memegang peranan yang sangat dominan kepada masyarakat. Meskipun pada
kenyataannya saat ini kualitas pelayanan publik sektor swasta lebih unggul daripada
sektor pemerintah, karena itu tuntutan terhadap pemerintah untuk terus
berinovasi dan menciptakan terobosan baru dalam rangka peningkatan kualitas
layanan publik semakin besar.
Sebenarnya dari sisi regulasi, aturan tentang
penyelenggaraan pelayanan publik yang berbasis sistem informasi telah dibentuk
dalam ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik bahwa "Dalam rangka memberikan dukungan informasi
terhadap penyelenggaraan pelayanan publik perlu diselenggarakan Sistem
Informasi yang bersifat nasional" sementara di Pasal 23 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Penyelenggara
berkewajiban mengelola Sistem Informasi yang terdiri atas Sistem Informasi
Elektronik atau Non elektronik yang sekurang-kurangnya meliputi; profil
penyelenggara, profil pelaksana, standar pelayanan, maklumat pelayanan,
pengelola pengaduan dan penilaian kinerja.
Pembentukan MPP dapat dinilai sebagai pengejewantahan
ketentuan Undang-Undang tersebut dengan prinsip keterpaduan, berdaya guna,
koordinasi, akuntabilitas, aksesibilitas, dan kenyamanan merupakan jawaban
terhadap tantangan era distrupsi dalam revolusi industri 4.0 ini. Karena Inti
dari kebijakan MPP ini merupakan sebuah upaya dalam memberikan pelayanan
terbaik yang diukur dari keamanan, jaminan, kecepatan, keterpaduan, kemudahan
dan keterjangkuan yang dapat dirasakan oleh masyarakat dalam memenuhi hak-hak
mereka sebagai warga negara yang mendapatkan layanan terbaik dari pemerintah.
Perkembangan
Mall Pelayanan Publik di Indonesia
Mall Pelayanan Publik merupakan tempat berlangsungnya
kegiatan atau aktivitas penyelenggaraan pelayanan publik atas barang, jasa
dan/atau pelayanan administrasi yang merupakan perluasan fungsi pelayanan
terpadu baik pusat maupun daerah, serta pelayanan Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah/swasta dalam rangka menyediakan pelayanan yang
cepat, mudah, terjangkau, aman, dan nyaman[1].
Hingga saat ini telah dibentuk lebih dari 14 Mall
Pelayanan Publik yang tersebar di masing-masing daerah di Indonesia[2].
Kementerian Pembardayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB)
sebagai leading sector penyelenggara
MPP ini sebelumnya telah menetapkan 4 (empat) daerah percontohan yaitu DKI Jakarta, Batam,
Suarabaya dan Denpasar melalui Keputusan Menteri PANRB Nomor 135 Tahun 2017
tentang Penetapan Percontohan Mal Pelayanan Publik.
Dalam penerapan MPP, substansi layanan yang diberikan
adalah gabungan beberapa instansi yang bergerak dalam pelayanan langsung kepada
masyarakat mulai dari Pemda Kab/Kota (PTSP,
Disdukcapil, Badan Pajak dan Retribusi Daerah OPD lainnya); BUMN (Jasa Raharja, BPJS Ketenagakerjaan, BPJS
Kesehatan, PT. PLN (Persero), POS Indonesia); BUMD (PDAM, BANK DAERAH); Swasta (Perbankan,
Food station, Fasilitas lainnya); dan Kementerian/Lembaga (Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Bea
dan Cukai, Direktorat Jenderal Imigrasi, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum
Umum, Kementerian ATR/BPN, Badan Koordinasi Penanaman Modal RI, Kepolisian
Negara RepublikIndonesia, K/L lainnya)[3].
Operasionalisasi MPP juga berbasis sistem data dan
informasi yang terintegrasi dalam rangka efisiensi layanan guna memudahkan
masyarakat dalam memperoleh layanan tersebut, diantara bentuk efisiensi layanan
yang dilakukan adalah : Penyelarasan Sistem Operasional Prosedur, Penyelarasan
Standar Pelayanan, Pemanfaatan data tunggal dan Penguatan layanan berbasis
teknologi informasi (e-services)[4].
Optimalisasi
Mall Pelayanan Publik di Indonesia
Mengingat pembentukan dan penerapan inovasi pelayanan
publik berupa Mall Pelayanan Publik hingga saat ini baru diterapkan selama dua
tahun (2017-2019), maka kita belum dapat menilai sejauhmana realisasi dari
target yang telah ditetapkan. Akan tetapi, tentunya kualitas layanan melalui
Mall Publik ini perlu untuk ditingkatkan secara berkelanjutan. Karena itu,
dibutuhkan strategi yang jelas untuk diterapkan dalam setiap tahapan-tahapan
pelaksanaannya baik dari sisi perencanaan (Diterapkan untuk MPP baru),
Pelaksanaan (MPP yang sedang berjalan) maupun monitoring dan evaluasi (untuk
mengukur realisasi dan target dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Osborne (2001) dalam Ismail (2010) terdapat lima
strategi dalam meningkatkan kinerja pelayanan publik, yaitu core strategy, consequences strategy, customer strategy, control
strategy, dan culturer strategy. Lima strategi ini jika diterapkan dalam
tahapan penerapan Mall Pelayanan Publik mulai dari input, process dan output maka akan mempermudah pencapaian
target yang telah ditetapkan.
1. Core strategy (Strategi
Inti) merupakan upaya untuk memperjelas visi dan misi organisasi untuk menuntun
para pelaksana pelayanan publik kepada tujuan organisasi dalam satu persepsi.
MPP yang berisikan berbagai instansi dengan anekaragam bentuk layanan yang
diberikan sangat berpotensi untuk memiliki sikap apatisme yang dapat
memperburuk kualitas layanan kepada masyarakat. Maka upaya untuk memperjelas
tujuan dibentuknya MPP ini sangat penting untuk dipahami oleh masing-masing stakeholder.
2.
Consequences
strategy (Strategi Konsekuensi) yang bertujuan untuk
menciptakan persaingan yang sehat diantara penyelenggara pelayanan publik. MPP
dibentuk dengan satu tujuan yaitu memberikan pelayanan publik yang berkualitas
bagi masyarakat. Maka dengan adanya persaingan yang sehat dari masing-masing
penyelenggara layanan publik dalam MPP tentu kualitas yang semakin baik akan
ditonjolkan dan pelayanan prima pun akan terlaksana sesuai dengan target yang
ditetapkan sebelumnya.
3.
Customer
strategy (Strategi Pelanggan) yaitu strategi dengan menciptakan
sistem umpan balik dari pelanggan (masyarakat), sistem dan prosedur yang
sederhana, lingkungan yang menyenangkan, adanya tempat pengaduan dan informasi,
pelayanan yang berbasis teknologi informasi, media dan telekomunikasi. Hal ini
merupakan inti pokok dari dibentuknya MPP. Karena itu, strategi pelanggan
sangat diperlukan untuk senantiasa ditingkatkan agar sasaran layanan publik
mendapatkan hak-haknya dengan mudah, cepat, aman, terjamin dan terjangkau.
4. Control strategy
(strategi pengawasan) yaitu strategi untuk menciptakan kemampuan dan
kemandirian serta kepercayaan masyarakat. Lahirnya MPP tentu merupakan kabar
gembira bagi masyarakat Indonesia dengan harapan kemudahan yang akan diperoleh
dalam segala bentuk layanan publik yang menjadi hak mereka. Maka pengawasan
yang baik dan terukur merupakan instrumen yang dapat mengontrol jalannya
penerapan MPP untuk selalu dalam ketentuan perundang-undangan yang jauh dari
praktik penyelewengan.
5.
Culturer
strategy (Strategi Budaya) bertujuan untuk mengubah budaya yang
dapat menghalangi ke arah suatu perubahan. Dengan perkembangan teknologi dan
informasi tentu akan menerobos sisi-sisi budaya yang sudah mengakar dalam tubuh
birokrasi dlaam hal ini adalah budaya negatif yang megangkangi ketentuan yang
berlaku. Maka strategi budaya amatlah penting sehingga perilaku buruk birokrasi
dapat dipangkas guna mempermudah akses layanan publik yang prima.
Kesimpulan
Pelayanan Publik yang
prima merupakan cita-cita setiap penyelenggaraan pemerintahan sehingga inovasi
demi inovasi yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
sangat diperlukan untuk menjawab tantangan global. Lebih khusus lagi pada era
distruptif yaitu Revolusi Industri (Revin) 4.0. Pada tahun 2009 tepatnya
beberapa tahun sebelum revin 4.0 ini berkembang sejatinya pemerintah telah
menetapkan pola layanan publik yang berbasis teknologi informasi, hal ini
dibuktikan dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik.
Mall Pelayanan Publik (MPP) merupakan salah satu dari
wujud implementasi dari amanat Undang-Undang tersebut sekaligus menjawab
tantangan global dalam era revolusi industri 4.0. Sejak 2017 MPP mulai
diterapkan dengan berbagai kriteria yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Tercatat hingga saat ini, telah dibentuk lebih 14 Mall Pelayanan Publik yang
tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
Dengan penerapan MPP yang baru berumur dua tahun ini,
tentu sangat dibutuhkan upaya-upaya pengembangan inovasi ini ke arah yang lebih
baik guna memberikan layanan publik yang prima kepada masyarakat sesuai dengan
tuntutan zaman. Maka strategi inovatif dan konstruktif dibutuhkan dalam rangka
peningkatan kualitas pelayanan publik yang maksimal pada MPP. Karena itu, lima
strategi dalam meningkatkan kinerja pelayanan publik, yaitu core strategy, consequences strategy, customer strategy, control
strategy, dan culturer strategy; jika diterapkan dalam tahapan penerapan Mall
Pelayanan Publik mulai dari input,
process dan output maka akan mempermudah pencapaian target yang telah
ditetapkan.
Daftar
Pustaka
Bappenas.go.id.
(2009, Desember 22). Optimalisasi TIK Dalam Pelayanan Publik.
Retrieved Juni 19, 2019 , from Bappenas.go.id:
https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/features/optimalisasi-tik-dalam-pelayanan-publik/
Burhan, M.
(2018, Oktober 31). Proyeksi Pelayanan Publik ERA 4.0. Retrieved Juni
20 , 2019 , from Ombudsman Republik Indonesia:
https://www.ombudsman.go.id/pengumuman/r/artikel--proyeksi-pelayanan-publik-era-40
Halim, D.
(2018, November 25). Menpan RB Harap Ada 100 Mal Pelayanan Publik hingga
2019. Retrieved Juni 20, 2019 , from Nasional.kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2018/11/25/18430721/menpan-rb-harap-ada-100-mal-pelayanan-publik-hingga-2019
Imanuddin, M.
(2018 ). Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Dalam Rangka Percepatan
Peningkatan Kualitas Pelayanan. seminar nasional Penguatan Regulasi Mal
Pelayanan Publik (pp. 2-3). Jakarta : Kemenpan - RB.
Ismail. (2010
). Konsep dan Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik . Malang
: Program Sekolah Demokrasi .
Khatimah, H.
(2019, Maret 27). Menpan RB: Mal Pelayanan Publik Bukan Sekadar Pelayanan.
Retrieved Juni 19 , 2019 , from Ayobandung.com:
https://www.ayobandung.com/read/2019/03/27/48111/menpan-rb-mal-pelayanan-publik-bukan-sekedar-pelayanan
Kominfo.go.id.
(2018 , Juli 23). https://www.kominfo.go.id/content/detail/13553/optimasi-infrastruktur-tik-untuk-majukan-layanan-pendidikan-dan-kesehatan/0/berita_satker.
Retrieved from Kominfo.go.id: https://www.kominfo.go.id/content/detail/13553/optimasi-infrastruktur-tik-untuk-majukan-layanan-pendidikan-dan-kesehatan/0/berita_satker
Menpan.go.id.
(2019, April 26). Mal Pelayanan Publik, Suatu Perjalanan Pembaharuan.
Retrieved Juni 19 , 2019 , from Menpan.go.id: https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/mal-pelayanan-publik-suatu-perjalanan-pembaharuan
Nusakini.com.
(2018, Juli 05). Agar MPP Lebih ‘Nendang’, Pemda Belajar ke Azerbaijan.
Retrieved Juni 20 , 2019 , from Nusakini:
http://nusakini.com/news/agar-mpp-lebih-nendang-pemda-belajar-ke-azerbaijan
[1] Pasal 1
Peraturan Menteri PANRB Nomor 23 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Mal
Pelayanan Publik
[2] Halim, D. (2018, November 25). Menpan RB Harap Ada
100 Mal Pelayanan Publik hingga 2019. Retrieved Juni 20, 2019 , from
Nasional.kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2018/11/25/18430721/menpan-rb-harap-ada-100-mal-pelayanan-publik-hingga-2019
[3] Imanuddin, M.
(2018 ). Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Dalam Rangka Percepatan
Peningkatan Kualitas Pelayanan. seminar nasional Penguatan Regulasi Mal
Pelayanan Publik (pp. 2-3). Jakarta : Kemenpan - RB.
[4] Ibid.
[1] Menpan.go.id.
(2019, April 26). Mal Pelayanan Publik, Suatu Perjalanan Pembaharuan.
Retrieved Juni 19 , 2019 , from Menpan.go.id:
https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/mal-pelayanan-publik-suatu-perjalanan-pembaharuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar